Sunday, 21 October 2018

Abon Lontong, Untuk Teman Kakak Ebe

Setelah kematian Mumu dan Bo, Be terlihat sangat sedih. Satu hari kemudian, dia tidak mau makan, namun badannya tidak panas. Kami ganti pakannya dengan wetfood, dan bersyukurlah kami karena dia mau menyantapnya. Alhamdulillah dua hari kemudian nafsu makannya kembali normal dan sudah bisa makan Dryfood lagi.

Kami sadar, sepertinya Be kesepian karena tidak ada teman bermain lagi. Om Hyu dan Tante Toteng sudah terlalu dewasa untuk bermain dengan Be. Setelah diskusi dengan suami, akhirnya kami putuskan mencari seekor kitten untuk teman Be.
Kebetulan ada teman yang menawari kitten hasil kawin persimed dan kucing kampung. Sebenarnya ada empat ekor, namun saya hanya ambil satu ekor yang coraknya mirip dengan Tante Toteng. Kami beri nama Won. Tapi Asllan mendengarnya adalah Bon, dan dia berkomentar, “Kok kayak abon aja, Bun?”

Akhirnya untuk menerima masukannya Asllan, kami memberinya nama Abon, Won Abon alias Abon Lontong tepatnya.

Sejak tanggal 23 Mei 2018 Abon resmi menjadi kucing milik kami. Dia adalah kucing betina usia sekitar tiga bulanan. Badannya gendut, gilig, dan bulunya sudah terlihat lebih panjang daripada kucing kampung pada umumnya. Wajahnya juga tidak lancip. Cantiknya nggemesin,deh.

Dan kedatangan Abon ini mengembalikan keceriaan Be dan kami semua. Tingkah polahnya lucu banget, senengnya tidur dekat dengan orang. Dan dia merebahkan badannya tidak kira-kira. Langsung aja rebahan entah di bawahnya ada barang apa dia tidak peduli. Selain itu Abon senang tidur terlentang, dan berada diantara kasur dan dinding.

Melihat bentuk kakinya Abon membuat kami sering tertawa. Karena terlihat pendek namun gempal berisi daging. Begitu juga tapak langkah kaki belakangnya menjurus keluar. Padahal biasanya kaki belakang kucing itu menapak lurus seperti peragawati, kan?

Abon Lontong…
Sehat terus ya….
Makan yang banyak dan awet di rumah bunda ya…
We luv u Abon….

Sunday, 14 October 2018

Piknik Tipis-Tipis Ke Watu Rumpuk, Desa Mendak, Kabupaten Madiun.




Yuhuuu… hari sabtu tlah tiba…
Kali ini saya memaksa ayah untuk jalan-jalan alias piknik tipis-tipis di Hari Sabtu. Jalan-jalan yang agak jauh tapi puas. Hari minggunya masih bisa istirahat di rumah sebelum kembali beraktivitas di Hari Senin.
Pilihan kali ini jatuh ke tempat wisata baru yaitu Watu Rumpuk. Watu rumpuk terletak di Desa Mendak Kecamatan Dagangan, Kab. Madiun. Berjarak sekitar 25 km dari rumah kami, Watu Rumpuk dapat kami tempuh dengan lama perjalanan kurang lebih satu jam.
Pada tanggal 8 September 2018, saya, ayah dan Asllan mengunjungi Watu Rumpuk melalui Dolopo. Dari masjid besar Dolopo belok ke kiri. Pada traffic lightnya ada petunjuk arah ke Watu Rumpuk. Yang saya ingat ada patung semar di perempatan tersebut.
Saya dan ayah sengaja berangkat dengan perut kosong alias belum sarapan. Kami berniat sarapan nasi pecel daun jati di tengah perjalanan kami. Kalo Asllan tetap sarapan dari rumah dong.
Nasi pecel daun jati dapat kita temui tidak jauh dari perempatan masjid besar Dolopo. Sekitar 300m ada penjual nasi pecel tersebut di kanan jalan. Dua ratus meter kemudian dapat kita temui juga nasi pecel daun jati di sebelah kiri jalan. Hanya dengan harga Rp. 5.000,- sudah dapat menikmati nasi pecel dengan lauk tempe goreng dan peyek. Yang jelas perut sudah kenyang dong…
Perjalanan kami lanjutkan lagi. Setelah memasuki gapura masuk Desa Siluk, ada petunjuk arah belok kiri jika akan ke Watu Rumpuk. Kita ikuti saja petunjuk arah tersebut, sudah banyak tersedia, kok.
Jalan yang dilalui lumayan ekstrim. Naik turun dengan tikungan-tikungan yang tajam. Ditambah dengan aspal yang sudah mulai mengelupas membuat ayah sangat berhati-hati mengendarai motornya.
Akhirnya sampai juga kami di gerbang unik yang ternyata loket pembayaran tiket masuk. HTM watu rumpuk yaitu Rp. 5.000,-/orang dan parkir roda dua sebesar Rp. 2.000,-. Tiket parkir jangan sampai hilang, karena akan diminta ketika kita parkir.
Ketika kami ke sana, pembangunan watu rumpuk masih terus berlangsung. Namun fasilitas yang telah jadi menjadikan pengunjung puas mengunjunginya.
Ada sitemark watu rumpuk di depan parkir. Cukup besar untuk foto dengan rombongan yang banyak. Yang menjadi nilai jual dari watu rumpuk adalah batu-batu besar yang unik dan dipadukan dengan taman bunga warna warni yang tertata indah. Membuat batu-batu besar tersebut terlihat cantik.
Selain itu adapula rumah pohon dan beberapa gubug yang bisa digunakan untuk bersantai. Tempat sampah dan puntung rokok banyak tersedia sehingga lokasi terlihat bersih. Fasilitas umum yang ada yaitu toilet dan mushola. Food court juga tersedia yang dilokalisir dekat mushola.
Asllan senang sekali naik di rumah pohon. Berani naik sampai atas bersama ayah, lho. Dan Asllan juga semangat memanjat batu-batu besar itu. Tentu saja dengan pengawasan saya dan ayah. Bermain kejar-kejaran di jalur yang tersedia dan juga bermain petak umpet diantara kebun bunga menjadi kegiatan kita selanjutnya.
Nah, saking semangatnya berlarian, Asllan terasa laper. Maka kami menuju foodcourt. Banyak menu yang ditawarkan antara lain bakso, mi, pentol, gorengan, dan sate ayam. Pilihan kami tertuju pada sate ayam. Wah, lumayan juga menu yang tersedia di foodcourt ini.
Di atas musholla ada anak tangga yang menuju ke sebuah lokasi di bukit. Asllan semangat sekali mengajak kami menaikinya. Di atas ada beberapa spot foto yaitu kapal, lingkaran seperti sarang burung, dan spot bukit cinta.
Bukit cinta sepertinya diperuntukkan para muda mudi. Terlihat dari ornamen yang dipasang dan juga kalimat-kalimat cinta yang tertulis di beberapa tempat.
Kemudian ada pula rumah pohon atau lebih tepat disebut gardu pandang. Tapi Asllan tidak mau menaikinya. Asllan lebih memilih untuk terus berjalan hingga sampai di sisi lain tangga yang menurun. Ketika kami menuruninya, ternyata tangga ini adalah tangga yang terletak di samping sitemark watu rumpuk. Yang artinya kami sudah sampai di tempat parkir dan bersiap untuk pulang.
Saya, ayah dan Asllan sangat puas menghabiskan waktu di watu rumpuk. Semoga pembangunannya segera selesai dan menambah fasilitas di watu rumpuk.