Monday 19 November 2018

Bakso Klenger, Ratu sari Yogyakarta


Ketika sedang liburan ke Jogja seperti sekarang, pasti yang kami cari adalah tempat wisata dan kulinernya. Nah Bulan Mei 2018 ini, salah satu kuliner tujuan kami adalah bakso klenger.

Sebenarnya ayah yang ingin mencoba sebesar apa ukuran bakso klenger itu. Karena orang rumah enggak ada yang tau di mana lokasinya maka bertanyalah saya kepada mbah google. Ketemulah bakso klenger yang terkenal sejak tahun 2011 yaitu Bakso Klenger Ratu Sari.

Lokasi outletnya ada di Jl. Wahid Hasyim 296 Depok Sleman. Pada tanggal 1 Mei 2018 saya, ayah dan Asllan segera meluncur dan siap untuk menyantap bakso yang dibilang heboh ini. Tapi apa daya, ketika sampai di outletnya, ternyata tutup karena sedang direnovasi. Sedihhh deh…

Eh, ada sebuah pengumuman yang ditempel di dinding, tuh. Ternyata sambil nunggu renovasi selesai, bakso tetep buka di outlet kedua yang beralamat di Jl. Perumnas, Mundu Saren Caturtunggal Depok Sleman. Langsung deh cussss ke sana…

Alhamdulillah sampai di lokasi belum terlalu ramai. Kami bisa memilih meja yang kami suka. Wah, ternyata masing-masing meja punya keunikan sendiri-sendiri yang instagramable. Ada yang bernuansa ruang keluarga tempoe doeloe, gebyog, lesehan, tema sepeda kuno, sampai dengan becak yang digunakan sebagai kursi. Unik dan eye catching banget, kan?

Asllan dan ayah pilih kursi yang lesehan dengan pertimbangan Asllan bisa nyaman untuk makan sendiri. Salah seorang pelayanpun datang menghantarkan menu yang dikemas dalam sebuah telenan kayu yang unik.

Menu yang tersedia adalah bermacam-macam bakso. Mulai bakso campur seharga Rp. 15.000,-/porsi hingga menu andalan yaitu bakso klenger. Bakso klenger juga tersedia dalam berbagai ukuran mulai 1 kg hingga pesanan khusus (5-50 kg). kebayang dong, sebesar apa baksonya?

Kami memesan bakso klenger ukuran 1 kg. Untuk mi dan sayuran akan disesuaikan dengan jumlah orang yang datang. Dannnn….gratis, lho…

Ketika bakso 1 kg ini datang, betapa terpananya kami bertiga melihat ukuran si bakso. Bahkan piranti perang alias alat makan yang disiapkan juga berukuran super. Nah, si bakso 1 kg ini berisi dua telur ayam utuh dan daging tetelannya.

Awalnya saya dan ayah khawatir jika rasanya biasa saja karena mengandalkan ukurannya. Tapi ternyata kami salah. Mulai dari kuah hingga bakso semua mempunyai rasa yang mantappp…Asllan juga menyantapnya dengan lahap.

Untuk membantu pengunjung memperkirakan ukuran masing-masing bakso, di sana telah tersedia replika bakso masing-masing ukuran. Nah, replika inilah yang paling laris dijadikan spot foto.

Sepertinya bakso klenger ini menjadi kuliner favorit di Jogja. Semakin lama pengunjung semakin banyak dan datang silih berganti. Dan alangkah beruntungnya kami datang sebelum jam ramai sehingga bisa memilih meja yang disukai. Ketika itu kami sampai di outlet sekitar pukul 09.20 WIB.

Saya dan ayah menyimpulkan outlet bakso klenger 2 ini menonjolkan sisi Jawa yang kental. Semua ornamennya menunjukkan hal itu. Mulai dari telepon kuno, sepeda kuno, kap lampu bentuk sarang burung, pintu kamar mandi, dan mushola yang terletak di rumah panggung kayu menjadikan tampilannya klasik.

Pengunjung yang membawa mobil tidak perlu pusing mencari tempat parkir. Lahan parkirnya luas, kok. hanya saja agak panas karena pohon peneduhnya belum besar.
Nah, bagaimana kabar bakso 1 kg pesanan kami? Tentu saja kami bertiga enggak bisa menghabiskannya. Tapi enggak usah khawatir, sisa bakso bisa dibawa pulang, kok.

Ada satu hal unik yang ada di sini. Yaitu ketika membayar di kasir, petugas kasir akan selalu menanyakan “sudah klenger?”


Sunday 21 October 2018

Abon Lontong, Untuk Teman Kakak Ebe

Setelah kematian Mumu dan Bo, Be terlihat sangat sedih. Satu hari kemudian, dia tidak mau makan, namun badannya tidak panas. Kami ganti pakannya dengan wetfood, dan bersyukurlah kami karena dia mau menyantapnya. Alhamdulillah dua hari kemudian nafsu makannya kembali normal dan sudah bisa makan Dryfood lagi.

Kami sadar, sepertinya Be kesepian karena tidak ada teman bermain lagi. Om Hyu dan Tante Toteng sudah terlalu dewasa untuk bermain dengan Be. Setelah diskusi dengan suami, akhirnya kami putuskan mencari seekor kitten untuk teman Be.
Kebetulan ada teman yang menawari kitten hasil kawin persimed dan kucing kampung. Sebenarnya ada empat ekor, namun saya hanya ambil satu ekor yang coraknya mirip dengan Tante Toteng. Kami beri nama Won. Tapi Asllan mendengarnya adalah Bon, dan dia berkomentar, “Kok kayak abon aja, Bun?”

Akhirnya untuk menerima masukannya Asllan, kami memberinya nama Abon, Won Abon alias Abon Lontong tepatnya.

Sejak tanggal 23 Mei 2018 Abon resmi menjadi kucing milik kami. Dia adalah kucing betina usia sekitar tiga bulanan. Badannya gendut, gilig, dan bulunya sudah terlihat lebih panjang daripada kucing kampung pada umumnya. Wajahnya juga tidak lancip. Cantiknya nggemesin,deh.

Dan kedatangan Abon ini mengembalikan keceriaan Be dan kami semua. Tingkah polahnya lucu banget, senengnya tidur dekat dengan orang. Dan dia merebahkan badannya tidak kira-kira. Langsung aja rebahan entah di bawahnya ada barang apa dia tidak peduli. Selain itu Abon senang tidur terlentang, dan berada diantara kasur dan dinding.

Melihat bentuk kakinya Abon membuat kami sering tertawa. Karena terlihat pendek namun gempal berisi daging. Begitu juga tapak langkah kaki belakangnya menjurus keluar. Padahal biasanya kaki belakang kucing itu menapak lurus seperti peragawati, kan?

Abon Lontong…
Sehat terus ya….
Makan yang banyak dan awet di rumah bunda ya…
We luv u Abon….

Sunday 14 October 2018

Piknik Tipis-Tipis Ke Watu Rumpuk, Desa Mendak, Kabupaten Madiun.




Yuhuuu… hari sabtu tlah tiba…
Kali ini saya memaksa ayah untuk jalan-jalan alias piknik tipis-tipis di Hari Sabtu. Jalan-jalan yang agak jauh tapi puas. Hari minggunya masih bisa istirahat di rumah sebelum kembali beraktivitas di Hari Senin.
Pilihan kali ini jatuh ke tempat wisata baru yaitu Watu Rumpuk. Watu rumpuk terletak di Desa Mendak Kecamatan Dagangan, Kab. Madiun. Berjarak sekitar 25 km dari rumah kami, Watu Rumpuk dapat kami tempuh dengan lama perjalanan kurang lebih satu jam.
Pada tanggal 8 September 2018, saya, ayah dan Asllan mengunjungi Watu Rumpuk melalui Dolopo. Dari masjid besar Dolopo belok ke kiri. Pada traffic lightnya ada petunjuk arah ke Watu Rumpuk. Yang saya ingat ada patung semar di perempatan tersebut.
Saya dan ayah sengaja berangkat dengan perut kosong alias belum sarapan. Kami berniat sarapan nasi pecel daun jati di tengah perjalanan kami. Kalo Asllan tetap sarapan dari rumah dong.
Nasi pecel daun jati dapat kita temui tidak jauh dari perempatan masjid besar Dolopo. Sekitar 300m ada penjual nasi pecel tersebut di kanan jalan. Dua ratus meter kemudian dapat kita temui juga nasi pecel daun jati di sebelah kiri jalan. Hanya dengan harga Rp. 5.000,- sudah dapat menikmati nasi pecel dengan lauk tempe goreng dan peyek. Yang jelas perut sudah kenyang dong…
Perjalanan kami lanjutkan lagi. Setelah memasuki gapura masuk Desa Siluk, ada petunjuk arah belok kiri jika akan ke Watu Rumpuk. Kita ikuti saja petunjuk arah tersebut, sudah banyak tersedia, kok.
Jalan yang dilalui lumayan ekstrim. Naik turun dengan tikungan-tikungan yang tajam. Ditambah dengan aspal yang sudah mulai mengelupas membuat ayah sangat berhati-hati mengendarai motornya.
Akhirnya sampai juga kami di gerbang unik yang ternyata loket pembayaran tiket masuk. HTM watu rumpuk yaitu Rp. 5.000,-/orang dan parkir roda dua sebesar Rp. 2.000,-. Tiket parkir jangan sampai hilang, karena akan diminta ketika kita parkir.
Ketika kami ke sana, pembangunan watu rumpuk masih terus berlangsung. Namun fasilitas yang telah jadi menjadikan pengunjung puas mengunjunginya.
Ada sitemark watu rumpuk di depan parkir. Cukup besar untuk foto dengan rombongan yang banyak. Yang menjadi nilai jual dari watu rumpuk adalah batu-batu besar yang unik dan dipadukan dengan taman bunga warna warni yang tertata indah. Membuat batu-batu besar tersebut terlihat cantik.
Selain itu adapula rumah pohon dan beberapa gubug yang bisa digunakan untuk bersantai. Tempat sampah dan puntung rokok banyak tersedia sehingga lokasi terlihat bersih. Fasilitas umum yang ada yaitu toilet dan mushola. Food court juga tersedia yang dilokalisir dekat mushola.
Asllan senang sekali naik di rumah pohon. Berani naik sampai atas bersama ayah, lho. Dan Asllan juga semangat memanjat batu-batu besar itu. Tentu saja dengan pengawasan saya dan ayah. Bermain kejar-kejaran di jalur yang tersedia dan juga bermain petak umpet diantara kebun bunga menjadi kegiatan kita selanjutnya.
Nah, saking semangatnya berlarian, Asllan terasa laper. Maka kami menuju foodcourt. Banyak menu yang ditawarkan antara lain bakso, mi, pentol, gorengan, dan sate ayam. Pilihan kami tertuju pada sate ayam. Wah, lumayan juga menu yang tersedia di foodcourt ini.
Di atas musholla ada anak tangga yang menuju ke sebuah lokasi di bukit. Asllan semangat sekali mengajak kami menaikinya. Di atas ada beberapa spot foto yaitu kapal, lingkaran seperti sarang burung, dan spot bukit cinta.
Bukit cinta sepertinya diperuntukkan para muda mudi. Terlihat dari ornamen yang dipasang dan juga kalimat-kalimat cinta yang tertulis di beberapa tempat.
Kemudian ada pula rumah pohon atau lebih tepat disebut gardu pandang. Tapi Asllan tidak mau menaikinya. Asllan lebih memilih untuk terus berjalan hingga sampai di sisi lain tangga yang menurun. Ketika kami menuruninya, ternyata tangga ini adalah tangga yang terletak di samping sitemark watu rumpuk. Yang artinya kami sudah sampai di tempat parkir dan bersiap untuk pulang.
Saya, ayah dan Asllan sangat puas menghabiskan waktu di watu rumpuk. Semoga pembangunannya segera selesai dan menambah fasilitas di watu rumpuk.

Sunday 30 September 2018

Jalan-Jalan ke Bekas Terminal Umbulharjo Yogyakarta


Liburan akhir tahun ini, saya tidak mengambil cuti tahunan. Karena kesibukan pekerjaan akhir tahun, akhirnya saya hanya memanfaatkan libur tanggal merah saja untuk ketemu orangtua sekaligus piknik tipis-tipis.
Karena waktu yang tidak terlalu longgar, maka tujuan wisata kali ini dipilih yang dekat dengan rumah mama saja. Maka pilihan jatuh ke XT Square yang sudah booming sejak akhir tahun 2013. Hanya saja pada saat itu saya masih berada di Kalimantan sehingga belum sempat untuk berkunjung ke sana.
Pada tanggal 24 Desember 2017, akhirnya saya mengajak Asllan dan ayahnya untuk berkunjung ke XT Square. Kami beli tiket terusan untuk museum De Mata 1, De Mata 2, De Arca dan De Walik. Total tiket sebesar Rp.140.000,-/orang. Tiket terusan ini lebih murah daripada tiket single. Harga tiket dibedakan berdasarkan hari dan jam berkunjung.
Gedung pertama yang kami kunjungi adalah De Mata 2. Wah, kami sangat terkagum-kagum dengan both yang disediakan. Kami bisa foto dengan puas dengan semua tema both yang ada. Pada De Mata 2, ditawarkan juga persewaan baju adat negara Belanda, korea, dan mesir. Sayangnya Ayahnya Asllan tidak tertarik dengan baju adat tersebut.
Asllan dengan semangat minta foto pada setiap both yang ada. Di sini selain latar 3D, terdapat pula latar 4D seperti tersedianya sepeda, dan tali seolah-olah kita adalah tarzan. Dan yang paling menjadi favorit Asllan adalah both bis pariwisata yang sedang berpetualang di hutan. Asllan langsung pilih menjadi sopirnya. Saya dan Ayahnya menjadi penumpangnya.
Selain itu pada tema meja makan, tersedia dengan latar belakang bunga lili dan kereta gantung bersalju yang bergerak. Seolah-olah kita sedang makan di luar negeri. Ada juga dua buah ilusi cermin yang tersedia di De Mata 2.
Keluar dari De Mata 2, terdapat stand ice cream dan souvenir. Namun kami hanya membeli ice cream saja dan segera melanjutkan perjalanan di De Mata 1.
Pada De Mata 1, semua both yang disediakan adalah both 3D sejumlah kurang lebih 100 gambar dengan tema kartun, alam dan sebagainya. sebenarnya lebih asyik kalau masuk di De Mata 1 terlebih dahulu baru dilanjutkan ke De Mata 2. Jadi kemegahan both 4D di De Mata 2 bisa menjadi sesuatu yang “wah” setelah berkunjung ke De Mata 1.
Lanjut ke gedung berikutnya yaitu De Arca. De Arca berada di gedung yang berbeda dari De Mata 1 dan 2. Sesuai dengan namanya, De Arca berisi patung tokoh dalam negeri dan juga luar negeri. Yang jelas foto ini berukuran sama seperti aslinya. Lumayan deh, bisa meluk David Beckham dan ayah juga bisa bersalaman dengan Jokowi.
Gedung yang terakhir adalah De Walik. Sama seperti Upside Down yang pernah saya posting sebelumnya. De Walik berisi property yang diletakkan terbalik 180°. Yang membedakan dengan Upside Down adalah peletakan property tidak hanya 180° namun ada yang terbalik 90°.
Wah, ternyata ada sebuah tempat menarik yang letaknya hanya 500m dari rumah uti.

Saturday 22 September 2018

Ngadem di Nongko Ijo


Kejadian yang akan saya tuliskan ini ketika Kota Madiun sedang panas-panasnya. Mau keluar rumah kok matahari semangat sekali menyinari bumi. Kalau berdiam di rumah pengap banget juga. Mau pakai kipas angin tetap angin panas yang dihembuskannya. Duh, mau ngapain enaknya?
Sepertinya enak kalau main ke tempat yang berhawa sejuk. Asllan dan Ayah setuju untuk jalan-jalan ke tempat yang sejuk. Dimanakah itu? Pilihan kali ini jatuh kepada...Nongko Ijo.
Sebuah tempat wisata berupa hutan pinus di daerah Karee, Kabupaten Madiun. Lokasi ini terletak di sebelah Timur Kota Madiun. Berjarak kira-kira 45 menit dari rumah kami. Setelah melewati Pasar Karee, perjalanan sedikit menanjak dan berkelok-kelok. Tidak sulit mencari lokasi ini karena banyak petunjuk yang terpasang selepas Pasar Karee.
Kami memang berangkat pukul 07.00 WIB dari rumah. Harapan kami adalah lokasi masih sepi dari pengunjung sehingga bisa tambah santai menikmati Nongko Ijo. Benar saja, kami sampai di lokasi Nongko Ijo kurang lebih pukul 07.50 WIB. Motor kami adalah motor ketiga yang mengisi tempat parkir kawasan ini.
Hal pertama yang kami lakukan ketika sampai di sana adalah sarapan. Jam segitu memang belum semua warung buka. Ada satu warung yang menjadi pilihan kami untuk sarapan. Kami memesan nasi soto untuk Asllan, Nasi pecel untuk Ayah, dan Nasi pecel lele untuk saya.
Warung yang ada di Nongko Ijo tertata di luar Gapuro. Warung-warung tersebut berjajar, dan terdapat sebuah gasebo di seberangnya. Jadi kita bisa makan di gasebo tersebut.
Lokasi Nongko Ijo sendiri tidak beda dengan wisata hutan pinus lainnya. Terdapat selfie deck berbentuk I Love You, dan juga sebuah rumah pohon. Selain itu terdapat beberapa ayunan dari kayu. Jika ingin bersantai tersedia beberapa gasebo dan kursi buatan dari kayu.
Tiket masuk ke Nongko Ijo sebesar Rp. 6.000,- (menurut informasi juru parkir). Kebetulan saat kami tiba di sana, belum ditarik tiket masuk. Hanya membayar parkir sebesar Rp. 5.000,- untuk sepeda motor.
Memang benar, semakin siang pengunjung semakin ramai. Bahkan lahan parkir yang tadinya sepi kini tidak muat menampung banyaknya sepeda motor yang parkir.
Meski tidak ada wahana permainan apapun, tapi lumayan bisa mendapatkan hawa yang sejuk di sini. Menikmati kesejukan hawa pinus sambil duduk-duduk sejenak.

Thursday 26 July 2018

Belajar Jelly Art



Saat ini sudah tidak asing lagi kita melihat jelly yang di dalamnya terdapat bentuk bunga. Ya, itulah jelly art. Tidak hanya berbentuk bunga saja, bisa saja bentuk hewan dan lainnya. Kreasi Jelly art sendiri sudah marak di Indonesia kurang lebih sejak empat tahun belakangan.
Saya sendiri mengenal Jelly art dari teman SD yang kebetulan berjumpa lagi saat senam hamil lima tahun yang lalu. Kemudian pada saat kami saling berkunjung atas kelahiran anak masing-masing dia memperkenalkan saya dengan Jelly art. Saya fikir ada sebuah cetakan berbentuk bunga. Jadi tinggal ditumpukkan saja. Ternyata saya salah. Jelly art dibuat seperti menggambar atau membentuk atau memahat di dalam adonan jelly. Dan kebetulan teman saya tersebut memang mempunyai darah seni yang kental.
Pada saat itu saya tidak tertarik untuk belajar membuat Jelly art. Saya berfikir jika ingin menikmatinya bisa pesan kepadanya (teman masa SD). Hingga waktu terus berlalu. Sampailah saat saya sudah mulai kembali bekerja dan mama mulai masuk masa pensiun.
Beliau pernah mendapat snack berupa jelly art dan merasa penasaran bagaimana membuatnya. Kemudian saya belikan jelly art tools untuk Mama, namun sampai tulisan ini dibuat belum pernah dipakai sekalipun. Karena mama mengandalkan saya untuk mengajarinya, padahal saya juga tidak bisa membuatnya sama sekali…
Hari minggu, tanggal 4 Maret 2018 saya mengikuti sebuah kursus singkat cara membuat Jelly art yang diadakan di Ini Café Madiun. Acara ini dimulai dari pukul 10.00 sampai dengan pukul 13.00 dan biaya Rp. 75.000,-/orang.
Cukup antusias para peserta yang hadir di acara ini. Sekitar 20 orang telah hadir di Ini café dengan berbagai kalangan umur. Dari mahasiswi, ibu rumah tangga, ibu bekerja, bahkan seorang ibu guru yang telah purna tugas. Kemampuan yang dimiliki juga beragam, ada yang baru pertama kali praktek membuat Jelly art (seperti saya) dan ada pula yang mengasah kemampuannya.
Bahan dasar yang dibutuhkan adalah kanvas (jelly bening) telah disediakan oleh penyelenggara yaitu PT. Forisa.  Jadi peserta tinggal mempraktekkan kreasi jelly artnya berdasarkan instruksi di tiap tahapannya. Acara ini dipandu oleh Mbak Reni sebagai perwakilan dari PT. Forisa.
Tahap pertama adalah membuat putik bunga. Alat yang digunakan adalah spuit 10 ml lengkap dengan jarumnya. Cara membuat putik adalah dengan langsung menusukkan jarum ke kanvas kemudian memasukkan tinta (terbuat dari agar-agar berwarna) ke dalam lubang yang dihasilkan. Putik dibuat secukupnya dengan penempatan melingkar.
Tahap kedua adalah membuat kelopak mawar. Cara membuat satu kelopak adalah dengan menusukkan jarum ke dalam kanvas, kemudian menyobek kanvas sebesar 1cm. Kemudian masukkan tinta ke dalam lubang yang terbentuk dari hasil sobekan kanvas. Lakukan berulang dan memutar sehingga terbentuk sekuntum kelopak mawar. Akan lebih bagus lagi jika kita bentuk kelopak bertingkat.
Tahap ketiga adalah membentuk daun. Cara membuatnya hampir sama dengan membuat putik, hanya saja lubang yang dibuat harus berdekatan sehingga akan terbentuk daun. Apabila lubang yang dibuat terlalu jauh, daun akan berbentuk seperti daun pinus.
Tahap keempat adalah tahap terakhir yaitu memberi tambalan. Tambalan ini untuk merapikan kreasi jelly art sehingga kanvas yang koyak tidak terlihat.
Setalah jelly art padat, terlihatlah karya masing-masing peserta. Maka terpilihlah tiga peserta terbaik yaitu Mbak Martini dari Ponorogo, Mbak Tina dari Madiun, dan Ibu Ninik dari Kaibon. Masing-masing peserta terbaik mendapatkan bingkisan dari Forisa.
Dengan mengikuti kursus singkat ini, saya sudah mempunyai sedikit banyangan dalam proses membuatnya. Memang perlu sering dilatih sehingga hasilnya bisa lebih cantik lagi.
Berikut saya sampaikan resep jelly art dari Forisa (kursus singkat jelly art Ini Café Madiun)
1.    Kanvas
Bahan :
600ml air
100 gr gula pasir putih
1 bungkus nutrijel balance colour rasa sirsak + acid
Cara :
aduk nutrijel dan acid
tambahkan air lalu aduk rata
didihkan campuran tersebut dengan api besar
matikan api setelah mendidih. Aduk terus sampai busa hilang.
Tuang ke cetakan setinggi 2-3 cm (jangan terlalu tebal atau terlalu tipis)
Catatan
1.    Jika menggunakan nutrijel yang lain, hasilnya tidak sebening nutrijel balance colour sirsak
2.    Pada saat memasak, acid ikut dimasak jadi satu agar mengurangi gelembung pada adonan dan memutihkan adonan

Suntikan
Bahan :
900ml susu UHT
125 gr gula pasir
1 bungkus agarasa vanilla
Cara :
Masukkkan semua bahan lalu rebus dengan api kecil
Diamkan adonan kurleb 5 menit dan siap dipakai
Jika adonan membeku, panaskan kembali sambil terus diaduk agar tidak ada bagian yang gosong.
Catatatn :
Gunakan pewarna yang berbasis air (cair) agar lebih mudah tercampur
Harus menggunakan susu UHT agar tidak menggumpal

Tambalan
Bahan :
600ml air
100gr gula pasir
1 bungkus nutrijel apa saja (yoghurt rasa apa saja)

Cara :
Tusuk-tusuk kanvas sebelum dituang tambalan agar tambalan dapat melekat dengan baik
Tusukan harus merata ke seluruh permukaan kanvas sedalam 1cm. Tidak masalah jika terkena bunga yang telah terbentuk
Aduk semua bahan tambalan, panaskan hingga mendidih
Setelah mendidih segera tuang bahan tambalan ke atas kanvas.

Catatan :
Tambalan berfungsi sebagai dasar kanvas
Sebaiknya pilih warna yang lebih pekat.

Wednesday 4 July 2018

Onde-Onde Di Akhir Pekan


Beda onde-onde beda dengan donat kentang. Kalau donat kentang sungguh membuat saya penasaran, lain halnya dengan onde-onde. Sudah bisa tampil cantik, rasa yang enak dalam percobaan pertama. Setelah diulangi lagi pada percobaan berikutnya, tetap cantik dan lezat hasilnya.
Asllan dan ayah yang langsung menghabiskannya...hangat enak, dingin pun tetap enak.
Ini dia resepnya,

Onde-Onde NCC (Fatmah Bahalwan)
30 pcs

Bahan :
Kulit
250 gr tepung ketan
37,5 gr tepung beras
125 gr gula pasir
¼ sdt vanili
½ sdt garam
200 ml air mendidih
100 gr wijen

Isi :
150 gr kacang ijo kupas (rendam selama dua jam)
100 ml santan/air (saya pakai air)
75 gr gula pasir
¼ sdt garam

Cara membuat isi :
Kukus kacang ijo selama 30 menit hingga mengembang, haluskan
Panaskan air, gula, garam dan kacang ijo halus
Masak dan aduk hingga kalis. Dinginkan
Bentuk bulatan

Cara membuat kulit :
Campur tepung ketan, tepung beras, gula, garam dan vanili. Aduk rata
Tuang air mendidih sedikit demi sedikit, sambil aduk dan uleni hingga kalis
Pipihkan, beri isi dan bulatkan kembali
Celupkan ke air biasa, lalu gulingkan ke wijen
Tekan-tekan agar wijen menempel
Goreng dengan api kecil hingga mengapung (mengapung tanda sudah matang)


Friday 29 June 2018

BE DAN BO


Ayahnya Asllan itu sangat senang dengan kucing jenis Bengal. Bengal mempunyai corak yang mirip dengan macan tutul. Kebetulan temannya Ayah mempunyai Kucing Bengal. Wah, ayahnya Asllan jadi rajin main ke sana deh.
Singkat cerita, kucing Bengal itu kawin dengan Persia medium dan sekarang sudah punya tujuh ekor anak. Sayangnya ada satu ekor anak yang mati. Tinggal enam ekor anak kucing yang masih hidup. Dari enam ekor tersebut ada dua ekor anak yang corak bulunya Bengal banget.
Suami saya langsung minta ijin untuk bisa merawat dua anak Bengal tersebut dan Alhamdulillah dibolehkan. Setelah mereka tidak menyusu lagi, kami lantas membawanya pulang. Kami memberi nama Be dan Bo.
Meskipun mereka saudara kandung, namun badan Bo lebih kecil daripada Be. Bo ini juga lebih pendiam dan sepertinya lemas. Tidak seperti Be yang aktif dan senang bermain bersama Mumu.
Setelah dua minggu berada di rumah, Be menunjukkan perkembangan yang lebih bagus. Makin gendut dan terlihat lebih panjang. Jadi terasa semakin jauh perbedaannya dengan Bo.
Wah, sepertinya Bo butuh perhatian lebih ekstra, neh. Saya dan suami selalu mengelusnya dan mengajak berbicara bahwa dia harus sehat dan makan yang lebih banyak. Saat diajak ngomong seperti itu, Bo selalu menatap kami. Makan, BAK, dan BAB-nya sebenarnya normal. Meskipun sekali makan tidak bias banyak, namun Bo akan kembali untuk makan lagi.
Hingga akhirnya muncul scabies di telinga, dan lehernya. Ketika kami bawa ke dokter, hanya dikasih minyak saja karena berat badannya yang hanya 400gr, dokter tidak berani untuk menyuntiknya. Kutu dari scabies ini yang masuk ke darah dan menyedot sari makanan yang dia makan. Sehingga badannya tidak bertambah besar meski dia sudah makan lebih banyak daripada Be. Parahnya lagi, scabies itu makin meluas hingga ke punggung dan perutnya.
Akhirnya pada tanggal 4 mei 2018 pagi, Bo mati di dalam kandangnya. Be terlihat sedih karena kehilangan saudaranya. Namun saya dan suami ikhlas atas kepergiannya. Karena memang sejak awal dia terlihat mal nutrisi sehingga susah mengejar pertumbuhannya yang tidak normal itu.
Bo….
Selamat jalan ya…
Maafkan Ayah, Bunda dan Kak Asllan…
Kamu kucing yang baik…
Kami semua sayang kamu…

Be…
Sehat-sehat terus ya…
Jadi kucing yang baik …
Jangan sakit, jangan ilang, dan jangan mati ya…

Thursday 28 June 2018

Si Cantik Mumu Adelia



Saya melihatnya di kantor beberapa hari yang lalu. Terlihat menggemaskan, lincah dan cantik. Ingin langsung saya bawa pulang tapi masih ragu-ragu karena belum minta ijin ke ayahnya Asllan. Sampai di rumah saya menceritakan tentang kucing kecil tersebut. Dan ketika suami saya melihatnya, langsung jatuh hati dan mau membawanya pulang
Hari itu, Kamis 22 Februari 2018 kami membawa pulang. Asllan juga sangat senang sekali karena kucingnya tambah satu ekor. Kami memberinya nama Mumu. Bahkan Asllan menambahkan nama lengkap menjadi Mumu Adelia.
Mumu adalah kucing kecil yang lincah dan pemberani. Saat berkenalan dengan Hyu dia tidak takut meski badannya jauh lebih kecil. Begitu juga ketika berkenalan dengan Toteng, Mumu terlihat waspada namun tidak takut.
Mumu tergolong kucing yang makannya gampang. Makan DF oke, makan sisa ayam atau ikan juga oke. Mentega dan telur juga oke. Minumnya pun juga tidak memilih, air putih maupun susu semua disukainya.
Ketika tidur, Mumu lebih senang dekat dengan saya maupun suami. Tapi akhir-akhir ini dia sudah lebih berani tidur sendiri di bawah meja belajar Asllan.
Mainan yang disukai Mumu adalah mengejar sesuatu. Baik bola, biji salak, hingga Koran yang sering dibuat mainan.
Wajah Mumu memang menggemaskan. Dengan tatapan yang polos dan badan yang masih kecil semua tingkah lakunya terlihat lucu.
Dengan kedatangan Mumu Adelia, sekarang kami sudah tidak memanggil Mbak Toteng tapi diganti dengan Tante Toteng. Begitu juga dengan Adek Hyu sekarang panggilannya berubah menjadi Om Hyu.
Namun sayang, Mumu hanya bertahan selama dua bulan saja di rumah kami. Pada tanggal 4 Mei 2018 Mumu mati di kandang. Setelah sebelumnya sempat tidak mau makan.
Selamat jalan Mumu…
Kamu adalah kucing tercantik yang pernah kami punya…
Maafkan kami ya Mumu…
Semoga kamu tenang dan sudah bahagia di sana…
Kami sayang Mumu…

Wednesday 27 June 2018

Umbul Square


Sebetulnya sudah lama saya ingin mengajak Asllan dan Ayahnya berkunjung ke Umbul Square. Lokasi yang sering saya lewati ketika perjalanan ke hutan, menumbuhkan rasa penasaran. Ditambah cerita dari beberapa teman yang sudah berkunjung ke sana menjadikan saya semakin bersemangat untuk segera mengunjunginya.
Akhirnya pada tanggal 21 Januari 2018 saya mengajak Asllan dan Ayahnya ke Umbul Square. Komentar pertama yang keluar dari Asllan adalah “jauh”. Tapi dia tetap semangat ingin tahu ada apa di dalamnya.
Setelah dari parkiran, yang pertama kami temui adalah gedung klinik dan karantina satwa. Saya dan suami senang dengan adanya gedung ini. Karena itu pertanda bahwa manajemen Umbul Square peduli terhadap satwa di dalamnya.
Zona pertama yang kami kunjungi adalah minizoo Wanamarta. Mulai dari burung kasuari, burung kakaktua, musang, ular, buaya, monyet, landak, simpanse, merak, dan singa. Masing-masing kandang terdapat papan informasi yang memudahkan pengunjung untuk mengetahui tentang satwa penghuni kandang tersebut.
Di kandang anakan buaya muara, terdapat tawaran untuk berfoto dan memberi makan buaya (tentu saja dengan didampingi keeper). Tidak disangka ternyata Asllan ingin pegang anakan buaya tersebut. Langsung saja saya mengijinkan, dong. Dengan didampingi ayahnya dan mas keeper, Asllan langsung pegang anakan buaya tersebut.
Selain foto dengan anakan buaya, Asllan dan ayahnya juga memberi makan rusa di kandangnya. Kebetulan memang telah tersedia pakan yang bisa dibeli untuk diberikan kepada rusa.
Selain aneka satwa, di zona minizoo tersebut terdapat beberapa tanaman langka yang sudah diberi papan informasi mengenai nama latin dan fungsi dari masing-masing jenis tanaman tersebut. Tentu saja bisa meningkatkan pengetahuan pengunjung. Namun yang perlu diingat, tanaman tersebut bukan untuk dibawa pulang.
Setelah selesai dari zona minizoo, kami melanjutkan perjalanan ke wahana permainan. Terdapat bianglala yang cukup tinggi, komedi putar, dan kora-kora, dengan harga tiket Rp. 5.000,- untuk masing-masing permainan. Pilihan kami jatuh pada bianglala. Bianglala ini berjalan perlahan karena pada posisi puncaknya cukup tinggi. Sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan sekitar Umbul Square dengan nyaman.
Dari ketinggian pada bianglala itulah, kami melihat adanya zona waterboom, outbond, dan taman lampion di kawasan Umbul Square. Tentu saja, lokasi tersebut menjadi target kunjungan kami selepas turun dari bianglala.
Dalam perjalanan menuju lokasi outbond, kami tertarik pada pojok sejarah. Ternyata ada sebuah sumber mata air belerang di sini. Disebut dengan sumber air belerang Tirta Amerta. Selain itu, terdapat sebuah makam di dalamnya. Tidak terlalu lama kami berada di pojok sejarah, karena Asllan mengajak ke zona outbond.
Zona outbond sebenarnya cukup lengkap, namun sepertinya jarang digunakan. Dan ketika kami berkunjung ke sana tidak ada petugas yang menjaganya. Jadilah kami para orangtua yang menjaga anak masing-masing.
Di samping zona outbond, terdapat zona lampion. Sebenarnya sangat menarik lampion yang ditawarkan. Hanya saja saya kurang tau, apakah Umbul Square ini buka sampai malam. Karena kecantikan zona lampion pasti akan terlihat ketika malam tiba.
Setelah zona lampion, sampailah ke zona waterboom dengan harga tiket Rp. 5.000,-/ orang. Karena Asllan tidak kami persiapkan untuk bermain ke waterboom, jadilah kami hanya melihat dari luar saja.
Di samping waterboom, terdapat zona mainan modern. Seperti otopet, eksavator pasir, dan odong-odong. Tentu saja, Asllan langsung minta mainan eksavator pasir favoritnya. Sambil menunggu Asllan bermain eksavator, saya tertarik dengan keberadaan seekor ular sanca albino. Ternyata, ular tersebut adalah sebuah property untuk foto yang disediakan bagi pengunjung yang berminat.
Ketika saya tawarkan ke Asllan, ternyata dia dengan semangat mau foto dengan ular sanca tersebut. Jadilah kami sekeluarga foto dengan ular tersebut. Wah, ternyata lumayan berat juga si albino ini. Yang membuat saya senang adalah Asllan sama sekali tidak takut untuk pegang si albino. Padahal saya sebetulnya merinding disko harus pegang si albino ini.
Hemmm…, dengan tiket masuk seharga Rp. 20.000,-/pengunjung ketika hari sabtu/minggu/libur, kami puas dengan keberadaan wahana di Umbul Square ini. Bisa dijadikan referensi tempat liburan di Madiun, deh.

Thursday 21 June 2018

Kucing Kantor Yang Akhirnya Menjadi Milikku (Hyu)


Saya melihat kucing ganteng ini sejak Crimy masih sakit di rumah. Pertama melihatnya langsung jatuh cinta karena mata birunya mengingatkan saya kepada Crimy. Ditambah lagi ternyata kucing ini adalah jantan.
Ketika Asllan melihatnya ingin segera membawanya pulang. Ayah juga menilai dia adalah kucing yang ganteng. Namun kami urungkan niat untuk membawanya karena masih ada Crimy yang sedang sakit. Kami tak ingin konsentrasi kami terbagi dengan adanya kucing baru.
Semakin lama kucing itu terlihat semakin besar namun tidak gendut. Bahkan corak bulu dan warna matanya mulai memudar. Seringkali dia kalah karena kedatangan kucing yang lain. Alhasil tubuhnya semakin kurus.
Ketika Crimy telah mati, Jenggo Hilang dan F4 mati, kami berniat mencarikan teman untuk Loreng.  Akhirnya saya membawanya pulang pada tanggal 2 Agustus 2017 dan kami beri nama Hyu. Selama satu minggu pertama saya mengkarantina dia. Dia makan dengan lahap dan langsung ‘menggeolkan’ kepalanya ke tangan saya sebagai tanda terima kasih. Bukan ‘geolan’ lembut tapi ‘geolan’ kuat seakan-akan sangat berterima kasih pada saya.
Tidak ada masalah dengan makanan, minuman maupun BAB Hyu. Semua berjalan normal dan Hyu berubah menjadi seekor kucing yang ganteng dan semok. Saya dan suami menilai perkembangan Hyu berjalan dengan pesat. Semakin terlihat putih, besar dan gendut. Hyu juga akrab dengan Loreng. Mereka bermain bersama, saling berkejaran. Loreng terlihat senang dengan kehadiran Hyu.
Mungkin karena sifat liarnya, Hyu lebih pandai menangkap tikus daripada Loreng. Dia telah berhasil mendapatkan seekor tikus.
Setelah tiga bulan Hyu berada di rumah (saat saya menuliskan kisah ini) dia semakin terlihat gagah. Posturnya lebih besar daripada Loreng, bahkan berat badannya lebih besar Hyu. Begitu juga dengan kaki depan dan belakang yang juga lebih besar milik Hyu.
Kegantengan Hyu yang lain adalah bulunya yang bisa berbentuk seperti mohawk. Alami dan tidak dibuat. Apalagi ketika dia sedang bersantai. Tangan kirinya selalu menumpang di tangan kanannya. Seperti posisi “ngapurancang” kalo orang Jawa bilang.
Semoga sehat terus ya Hyu....awet dan setia jadi teman Ayah, Bunda, Kak Asllan dan Mbak Loreng.

Tuesday 12 June 2018

Kucing Kecil Yang Tidak Bisa Bertahan (Nero)


Hari ini tanggal 1 Oktober 2017, saya, Ayah dan Asllan keliling lewat Pasar Joyo. Masih selalu berharap bertemu dengan Jenggo. Tapi sama seperti sebelumnya yang kami temui adalah seekor kucing kecil yang duduk terdiam di bawah bak sampah.
Sama seperti sebelumnya, tidak langsung kami bawa pulang. Ketika dalam perjalanan pulang dia masih berada di posisinya maka langsung kami angkut ke rumah. memang sudah terlihat lemas dan juga kotor badannya. Mungkin sudah satu minggu dia berada di tempat itu.
Kami memberi nama Nero. Nero memang lebih besar daripada F4. Jadi kami langsung memberinya dryfood (DF) khusus kitten. Dia makan dengan lahap dan BAB dengan normal (tidak mencret). Kami tidak memberinya susu dengan media dot. Karena Nero sudah bisa makan dan minum dari piring atau mangkok.
Dengan nutrisi yang masuk, Nero sudah mulai membaik. Dia mulai sering grooming sehingga tampak lebih bersih. Dan mulai menunjukkan tingkah lucu khas anak kucing. Salah satunya adalah selalu berada di atas laptop yang menyala hingga akhirnya tertidur. Selain itu jika akan tidur dia akan ngempeng perutnya sendiri, sehingga bentuk badannya akan melingkar.
Nero adalah kucing yang pintar. Dalam usianya yang masih kecil dia sudah bisa BAK dan BAB di litter box. Apabila dia sedang bermain jauh dari litter box-nya, dan sudah saatnya dia BAB atau BAK dia akan mengeong gelisah. Saya langsung membawanya ke litter box dan dia langsung melanjutkan hasratnya itu.
Ternyata kegembiraan itu hanya berlangsung selama dua hari. Pada hari ketiga (3 Oktober 2017) Nero terlihat lemas, tidak nafsu makan dan mencret. Kondisi itu berlangsung selama tiga hari yang membuat kami membawa Nero ke dokter hewan terdekat. Di sana Nero diberi obat mencret, obat cacing, dan vitamin.
Setelah minum obat tersebut dia mulai sedikit bergairah meski masih tidak mau makan. Makanan kami ganti dengan ayam rebus dan ikan pindang yang beraroma lebih menyengat. Mulailah dia makan sedikit demi sedikit. Tapi sayangnya mencret tidak kunjung berhenti.
Lima hari setelah minum obat, dokter menanyakan kondisi Nero yang masih mencret. Akhirnya direkomendasikan mengganti makanan dengan Royal Canin Intestinal. Saya mulai memberinya RC Intestinal. Memang berangsur BAB sudah mulai membaik dan anus Nero kembali normal.
Sayangnya, dua hari setelah sembuh sementara itu, kondisi Nero mulai mencret lagi. Meski sudah diberi RC Intestinal maupun obat dari dokter namun mencretnya tak kunjung sembuh. Dengan anus yang mulai memerah, semakin menurun pulalah kondisi Nero.
Hingga pada tanggal 24 Oktober 2017, Nero mati dan kami sekeluarga sempat menunggui sakratul mautnya.
Selamat jalan, Nero
Semoga kamu sudah tidak kesakitan lagi
Maafkan kami hanya bisa merawat sebentar saja.

Tuesday 5 June 2018

Empat Kucing Kecil Yang Dijuluki F4


Sejak Jenggo tidak pulang, kegiatan saya dan suami tiap sore adalah berkeliling komplek dan sekitarnya untuk mencarinya. Bahkan dua malam terakhir kami mencari Jenggo sampai ke Pasar Hewan (Joyo). Pada malam kedua kami mencarinya, tepatnya tanggal 4 Juli 2017 bukannya ketemu Jenggo. Tapi kami malah mendengar tangisan kucing kecil. Setelah dicari, kami menemukan empat ekor anak kucing yang gendut, bersih dan lucu.
Kami urungkan untuk membawa mereka pulang ke rumah karena tujuan kami adalah mencari Jenggo. Ketika perjalanan pulang, kami melewatinya lagi. Dan mereka masih berada di sana dan masih menangis. Karena tidak tega, akhirnya kami bawa mereka berempat pulang ke rumah.
Mereka kira-kira sudah berumur satu bulan. Sudah lebih besar daripada Bantar yang pernah kami temukan sebelumnya. Hanya saja sepertinya mereka baru bisa berjalan. Karena kaki belakangnya masih sedikit rendah. Namun mereka sudah mulai bisa grooming sendiri.
Mereka berempat terdiri dari dua ekor jantan dan dua ekor betina. Masing-masing kami beri nama Foge, Whooper, Limbuk dan Cempluk. Untuk menyingkatnya kami menyebut mereka F4. Foge dan Whooper adalah kucing jantan sedangkan Limbuk dan Cempluk adalah kucing betina.
Corak Foge mirip seperti Crimy, sedangkan Whooper seperti Loreng tapi ada empat buah bulatan layaknya dalmation. Untuk Cempluk persis seperti slewah (anaknya Jenggo). Sedangkan Limbuk berwarna putih dengan motif bulatan berwarna cokelat kuning seperti Jenggo.
Saya dan Suami bergantian memberi susu dengan media dot. Mereka ternyata sudah pintar minum susu. Berempat secara gantian mulai minum dengan dot. Yang paling banyak minum susu adalah Limbuk. Kemudian diikuti Cempluk dan Whooper. Untuk Foge paling susah minum dot. Dari awal kami temukan dia yang sudah terlihat lemas dan badannya paling kecil.
Kami berusaha memberi susu dua jam sekali. Akhirnya mereka berempat mulai terlihat lincah dengan perut yang gembul. Hingga tiba saat kami harus ke Jogja selama satu hari. Suami merasa sayang apabila harus menitipkan F4. Sedangkan pertimbangan saya adalah daripada tidak ada yang merawat lebih baik dititipkan saja.
Akhirnya kami titipkan F4 ke petshop dekat rumah. Di sana F4 diberi dryfood (DF) dan mau. Begitu pula ketika dikasih wetfood (WF). Hanya saja saya berfikir apakah seusia itu sudah bisa makan? Tapi saya pasrahkan saja kepada dokternya.
Besok malamnya saya ambil F4 untuk kembali ke rumah. alangkah kagetnya saya dan suami melihat kondisi F4. Mereka terlihat kotor dengan bekas BAB yang tercecer di badan mereka. Selain itu leher dan mulut basah kuyup. Sepertinya cara memberi minumnya berbeda dengan di rumah.
Yang terlihat sangat berbeda adalah mereka diberi susu dengan dosis satu sachet untuk sekali minum. Padahal ketika di rumah, mereka minum susu tapi tidak sekental itu. Yang terjadi adalah mereka mencret. Padahal ketika kami titipkan mereka BAK dan BAB dengan normal sehingga anusnya bersih.
Kami berfikir bahwa mereka pasti mencret. Karena selain bekas BAB yang belepotan, anus  mereka juga terlihat merah. Benar saja, ketika kami masukkan ke litter box mereka langsung BAB dan mencret!.
Sangat menyesal mengetahui kondisi F4 saat itu. Mereka jadi terlihat kotor dan kurang sehat. Yang membuat kami sedih adalah mereka tidak mau lagi minum pake dot. Dan nafsu makan mereka mulai menurun. Kami beri DF maupun WF, susu dari dot, susu dari mangkok semuanya tidak mereka sentuh.
Pada tanggal 17 Juli 2017 malam Foge mati, kemudian diikuti Whooper besok paginya. Cempluk menyusul tiga hari kemudian (20 Juli 2017). Dan yang terakhir meninggalkan kami adalah Limbuk pada tanggal 21 Juli 2017.

Maafkan kami, F4...
Semoga kalian tenang di sana...
We luv u...

Wednesday 30 May 2018

Hilangnya Jenggo


Sebenarnya saya agak kesulitan ketika nulis kisah ini. Saya belum siap mengutarakan statement bahwa Jenggo telah hilang. Hingga saya menuliskan ini, saya masih berharap Jenggo pulang ke rumah ini lagi.
Jenggo alias Nggo adalah kucing kesayangan keluarga kami. Kami mendapatkannya karena dikasih oleh tetangga kami. Kebetulan suami dan Asllan yang menerimanya. Saat itu tanggal 21 Maret 2016. Pulang kerja, saya kaget karena disambut oleh suara “meong” seekor kucing kecil. Tapi seneng juga, ketika tau bahwa kucing itu adalah pemberian tetangga. Kami beri nama Jenggo.
Saat kami terima, Jenggo berusia kurang lebih satu setengah bulan. Dia datang dengan tubuh kurus dan telinga sebelah kanan kotor berisi pasir. Kami bersihkan perlahan. Kami memberinya makanan berupa ayam rebus, ikan pindang dan nasi.
Selang seminggu Jenggo mulai mencret, lemas dan sempoyongan ketika jalan. Waduh! Paniklah kami. Pulang kerja saya dan suami segera membawa Jenggo ke drh Lailatun. Disana Jenggo diperiksa dan diberi obat. Tiga hari kemudian, Jenggo sudah sehat seperti sedia kala.
Perlahan kami alihkan dia dengan makanan dryfood (DF). Awalnya Jenggo menghindar dan lebih memilih tidak makan. Tapi memasuki hari ketiga dia mulai makan DF-nya hingga dia mulai terbiasa dengan makan DF.
Jenggo adalah kucing yang baik dan setia. Seminggu sebelum saya mendapat undangan pelantikan di Malang, Jenggo tiba-tiba menjilati ibu jari kaki kanan saya. Ketika saya harus berangkat dan mulai pindah kerja di Malang, Jenggolah penghibur Asllan dan Ayah di Madiun.
Jenggo selalu BAK dan BAB di pasir yang telah kami sediakan. Dia sering mengajak mainan Asllan dan Ayah. Bahkan ketika Asllan tiba-tiba menangis keras dalam tidurnya, Jenggo datang tergopoh-gopoh dan mengelilingi Asllan sambil mengeong. Seakan dia memberitahu saya bahwa Asllan menangis. Kejadian itu tidak hanya terjadi sekali saja tapi selalu terjadi ketika Asllan menangis.
Satu minggu sebelum hari lebaran tahun 2016, kami kedatangan seekor kucing betina berwarna calico seumuran Jenggo. Sepertinya Jenggo senang mendapat teman. Kucing itu diajaknya bermain dan makan bersama-sama. Ketika saya memberi makan untuk Jenggo, dia malah terdiam. Dan mempersilakan kucing betina itu untuk makan terlebih dahulu. Ketika temannya telah selesai  makan barulah Jenggo makan sisa temannya itu.
Tibalah saat lebaran tahun 2016. Kami menitipkan Jenggo di klinik hewan karena kami mudik ke Jogja. Namun teman Jenggo tidak ikut dititipkan karena kami tidak tahu pasti siapa pemiliknya. Pulang dari mudik tahun 2016 kami mengambil Jenggo. Dia terlihat senang dan kangen dengan kami. Seminggu di penitipan Jenggo terlihat tambah gemuk karena selalu masuk kandang dan jarang bermain. Sampai di rumah ternyata dia mencari temannya itu. Dia mengeong kesana kemari, gelisah dari pintu depan ke pintu belakang. Akhirnya saya bisikkan ke telinganya bahwa temannya sudah pulang ke rumahnya. Baru setelah itu dia terdiam.
Melihat itu, saya merasa kasihan. Sepertinya dia butuh teman. Dan tak lama kemudian suami menemukan seekor anak kucing yang terkena lem. Suami membawanya pulang dan merawatnya. Kami beri nama Loreng (yang nantinya berubah nama menjadi Toteng).
Jenggo terlihat senang dengan keberadaan loreng. Dia sering mengajak Loreng bermain bersama. Hingga akhirnya tibalah saat Jenggo birahi. Dia selalu dikejar kucing mix milik Pak Agung. Selain itu kucing liar berwarna hitam juga sering menunggu Jenggo keluar rumah. Cieee...apa mungkin Jenggo menjadi primadona di mata kucing-kucing itu, ya?
Saya mulai khawatir apabila Jenggo hamil. Saya ingin mensterilkan Jenggo namun dilarang oleh suami. Dengan alasan ingin Jenggo melewati kodratnya sebagai kucing betina untuk hamil dan melahirkan. Benar saja, pada tanggal 8 Oktober 2016 Jenggo melahirkan tiga ekor anaknya. Tempat yang dipilihnya untuk melahirkan adalah kardus di Gudang.
Proses itu terjadi di Hari Sabtu. Saya, Asllan dan Ayah akan berangkat jalan-jalan. Jenggo terlihat gelisah hilir mudik mengelilingi kami. Saya bisikkan ke telinganya “kalo mau lahiran, lahiran aja. Jenggo kucing yang pintar. Nanti kami pulang sudah bisa lihat anak-anakmu.”
Benar saja. Ketika kami pulang dan sampai di rumah, Jenggo mengeong-ngeong seolah-olah mengajak kami untuk mengikutinya. Dan ternyata di wilayah anus dan pantatnya masih terlihat berdarah. Jenggo sudah melahirkan!
Jenggo mengggiring kami ke gudang. Lantas dia meloncat masuk ke kardus bekas almari es. Di sana telah lahir tiga ekor anak Jenggo yang sudah bersih. Kami beri nama Ganang, Telon dan Slewah. Hem, meski belum cukup umur tapi Jenggo adalah kucing yang pintar. Melahirkan sendiri tanpa dibantu siapapun dan anak-anaknya telah bersih.
Ketika mama datang ke Madiun, Jenggo juga berlaku sama. Dia menggiring mama ke gudang untuk menunjukkan anak-anaknya.
Jenggo bisa merawat anak-anaknya dengan baik. Dia susui anak-anaknya secara bergiliran. Dia terlihat sayang dengan anak-anaknya. Hingga akhirnya tiba saat Jenggo mulai birahi lagi. Karena ketakutan akan hamil lagi, akhirnya saya putuskan untuk mensteril Jenggo.
Steril dilakukan di drh Syaiful daerah Jiwan. Hanya berlangsung satu hari saja. Dan Jenggo bisa dibawa pulang meski harus dengan perawatan ekstra karena masih menyusui. Benar saja, selang tiga hari setelah steril, benang jahitan Jenggo lepas karena ditarik Telon ketika menyusu. Dan Jenggo hanya diam saja dengan wajah pucat menahan sakit. Terpaksa kami mengundang dokter Syaiful.
Alhamdulillah, tidak perlu dijahit ulang hanya harus lebih rutin mengganti perban dan memberi betadin. Suami dan Asllan sudah mengikhlaskan jika Jenggo mati karena lepasnya benang operasi. Namun saya belum ikhlas karena saya tahu Jenggo kucing yang kuat.
Benar dugaan saya. Tak lama kemudian Jenggo sembuh total. Dan dia sudah bisa berburu lagi. Seringkali dia pulang membawa cicak dan memanggil anak-anaknya yang sudah mulai bisa makan. Dan ketika anak-anaknya datang, Jenggo hanya melihat dari pinggir. Dia biarkan anak-anaknya bermain atau makan apa yang dia bawa.
Selepas kematian ketiga anaknya, Jenggo terlihat semakin sayang dengan Crimy, Blek, dan Loreng. Dia melakukan hal yang sama ketika anak-anaknya masih hidup. Dia bawa pulang hasil buruannya. Dia memanggil adik-adiknya dan hanya melihat dari pinggir. Jenggo akan makan setelah adik-adiknya kenyang.
Kelebihan Jenggo yang lain adalah dia bisa membuka pintu ruang tamu baik dari dalam maupun luar. Jadi ketika terdengar suara pintu berusaha dibuka, munculah Jenggo masuk rumah atau keluar rumah.
Pada saat mudik Idul Adha tahun 2017 kami tidak menitipkan kucing-kucing kesayangan ke petshop karena jumlahnya sudah tujuh ekor. Sebagai gantinya saya minta tolong kepada penjaga kantor untuk memberi makan sekaligus menjaga rumah kami. Alhamdulillah semua berjalan lancar hingga kami kembali pulang ke Madiun.
Hingga suatu hari, Jenggo pulang membawa burung perkutut yang masih hidup. Burung itu tidak dimakannya hanya digeletakkan di depan dapur. Burung tersebut dirawat oleh suami. Dan seminggu kemudian turun SK promosi untuk saya. Dua kali sudah Jenggo membawa sinyal untuk perubahan. Entah hanya kebetulan atau memang itu pertanda dari Jenggo.
Satu minggu sebelum kami mudik ke Jogja, Jenggo pulang ke rumah tanpa kalungnya. Memang kalungnya sudah tidak bagus lagi. Tapi sayangnya saya belum sempat membuatkan yang baru.
Hingga tiba saatnya kami untuk mudik di Hari Raya Idul Fitri tahun 2017. Seperti biasa, kami minta tolong kepada penjaga kantor untuk menjaga Jenggo dan Loreng. Dan kami tiba kembali di Madiun pada tanggal 30 Juni 2017.
Cerita sedih dimulai dari sini. Sejak kami kembali ke Madiun, Jenggo tidak pernah terlihat sama sekali. Hanya Loreng yang masih ada di rumah. Kami menganggap Jenggo masih bermain di luar. Hingga kami minta informasi dari tetangga samping rumah dan penjaga  kantor. Mereka mengaku masih melihat Jenggo malam hari sebelum kami sampai di Madiun.
Sedikit perasaan tidak enak menghinggapi saya. Harapan saya adalah nanti malam atau besok pagi Jenggo akan pulang karena lapar. Dan memang kebiasaan Jenggo akan pulang tiap subuh dan langsung minta makan.
Hari kedua kami di Madiun namun Jenggo tak kunjung datang. Akhirnya saya dan suami keliling komplek rumah dan belakang rumah mencarinya. Namun Jenggo tak kunjung terlihat. Agak aneh bagi saya, karena jika Jenggo mendengar suara suami memanggilnya, dia akan berlari pulang. Tapi ini sama sekali tidak terlihat batang hidungnya.
Saya semakin sedih, dan meminta suami untuk mencari di Pasar Joyo (Pasar hewan), siapa tahu ada yang jahat dan menjual Jenggo. Selama dua hari berturut-turut kami berkeliling namun hasilnya nihil. Sampai saat inipun kami tidak tahu di mana keberadaan Jenggo. Masih hidup atau sudah mati. Malah kami mendengar kabar kucing jantan mix milik Pak Agung juga hilang.
Dimanakah kamu, Nggo?
Pulanglah, Nggo...
Ayah, Bunda dan Kak Asllan kangen sama kamu...
Sudah lima bulan kamu pergi, bagaimana kondisimu?
Sehat-sehat ya, Nggo...
Pulanglah...kami menunggumu...