Wednesday 30 May 2018

Hilangnya Jenggo


Sebenarnya saya agak kesulitan ketika nulis kisah ini. Saya belum siap mengutarakan statement bahwa Jenggo telah hilang. Hingga saya menuliskan ini, saya masih berharap Jenggo pulang ke rumah ini lagi.
Jenggo alias Nggo adalah kucing kesayangan keluarga kami. Kami mendapatkannya karena dikasih oleh tetangga kami. Kebetulan suami dan Asllan yang menerimanya. Saat itu tanggal 21 Maret 2016. Pulang kerja, saya kaget karena disambut oleh suara “meong” seekor kucing kecil. Tapi seneng juga, ketika tau bahwa kucing itu adalah pemberian tetangga. Kami beri nama Jenggo.
Saat kami terima, Jenggo berusia kurang lebih satu setengah bulan. Dia datang dengan tubuh kurus dan telinga sebelah kanan kotor berisi pasir. Kami bersihkan perlahan. Kami memberinya makanan berupa ayam rebus, ikan pindang dan nasi.
Selang seminggu Jenggo mulai mencret, lemas dan sempoyongan ketika jalan. Waduh! Paniklah kami. Pulang kerja saya dan suami segera membawa Jenggo ke drh Lailatun. Disana Jenggo diperiksa dan diberi obat. Tiga hari kemudian, Jenggo sudah sehat seperti sedia kala.
Perlahan kami alihkan dia dengan makanan dryfood (DF). Awalnya Jenggo menghindar dan lebih memilih tidak makan. Tapi memasuki hari ketiga dia mulai makan DF-nya hingga dia mulai terbiasa dengan makan DF.
Jenggo adalah kucing yang baik dan setia. Seminggu sebelum saya mendapat undangan pelantikan di Malang, Jenggo tiba-tiba menjilati ibu jari kaki kanan saya. Ketika saya harus berangkat dan mulai pindah kerja di Malang, Jenggolah penghibur Asllan dan Ayah di Madiun.
Jenggo selalu BAK dan BAB di pasir yang telah kami sediakan. Dia sering mengajak mainan Asllan dan Ayah. Bahkan ketika Asllan tiba-tiba menangis keras dalam tidurnya, Jenggo datang tergopoh-gopoh dan mengelilingi Asllan sambil mengeong. Seakan dia memberitahu saya bahwa Asllan menangis. Kejadian itu tidak hanya terjadi sekali saja tapi selalu terjadi ketika Asllan menangis.
Satu minggu sebelum hari lebaran tahun 2016, kami kedatangan seekor kucing betina berwarna calico seumuran Jenggo. Sepertinya Jenggo senang mendapat teman. Kucing itu diajaknya bermain dan makan bersama-sama. Ketika saya memberi makan untuk Jenggo, dia malah terdiam. Dan mempersilakan kucing betina itu untuk makan terlebih dahulu. Ketika temannya telah selesai  makan barulah Jenggo makan sisa temannya itu.
Tibalah saat lebaran tahun 2016. Kami menitipkan Jenggo di klinik hewan karena kami mudik ke Jogja. Namun teman Jenggo tidak ikut dititipkan karena kami tidak tahu pasti siapa pemiliknya. Pulang dari mudik tahun 2016 kami mengambil Jenggo. Dia terlihat senang dan kangen dengan kami. Seminggu di penitipan Jenggo terlihat tambah gemuk karena selalu masuk kandang dan jarang bermain. Sampai di rumah ternyata dia mencari temannya itu. Dia mengeong kesana kemari, gelisah dari pintu depan ke pintu belakang. Akhirnya saya bisikkan ke telinganya bahwa temannya sudah pulang ke rumahnya. Baru setelah itu dia terdiam.
Melihat itu, saya merasa kasihan. Sepertinya dia butuh teman. Dan tak lama kemudian suami menemukan seekor anak kucing yang terkena lem. Suami membawanya pulang dan merawatnya. Kami beri nama Loreng (yang nantinya berubah nama menjadi Toteng).
Jenggo terlihat senang dengan keberadaan loreng. Dia sering mengajak Loreng bermain bersama. Hingga akhirnya tibalah saat Jenggo birahi. Dia selalu dikejar kucing mix milik Pak Agung. Selain itu kucing liar berwarna hitam juga sering menunggu Jenggo keluar rumah. Cieee...apa mungkin Jenggo menjadi primadona di mata kucing-kucing itu, ya?
Saya mulai khawatir apabila Jenggo hamil. Saya ingin mensterilkan Jenggo namun dilarang oleh suami. Dengan alasan ingin Jenggo melewati kodratnya sebagai kucing betina untuk hamil dan melahirkan. Benar saja, pada tanggal 8 Oktober 2016 Jenggo melahirkan tiga ekor anaknya. Tempat yang dipilihnya untuk melahirkan adalah kardus di Gudang.
Proses itu terjadi di Hari Sabtu. Saya, Asllan dan Ayah akan berangkat jalan-jalan. Jenggo terlihat gelisah hilir mudik mengelilingi kami. Saya bisikkan ke telinganya “kalo mau lahiran, lahiran aja. Jenggo kucing yang pintar. Nanti kami pulang sudah bisa lihat anak-anakmu.”
Benar saja. Ketika kami pulang dan sampai di rumah, Jenggo mengeong-ngeong seolah-olah mengajak kami untuk mengikutinya. Dan ternyata di wilayah anus dan pantatnya masih terlihat berdarah. Jenggo sudah melahirkan!
Jenggo mengggiring kami ke gudang. Lantas dia meloncat masuk ke kardus bekas almari es. Di sana telah lahir tiga ekor anak Jenggo yang sudah bersih. Kami beri nama Ganang, Telon dan Slewah. Hem, meski belum cukup umur tapi Jenggo adalah kucing yang pintar. Melahirkan sendiri tanpa dibantu siapapun dan anak-anaknya telah bersih.
Ketika mama datang ke Madiun, Jenggo juga berlaku sama. Dia menggiring mama ke gudang untuk menunjukkan anak-anaknya.
Jenggo bisa merawat anak-anaknya dengan baik. Dia susui anak-anaknya secara bergiliran. Dia terlihat sayang dengan anak-anaknya. Hingga akhirnya tiba saat Jenggo mulai birahi lagi. Karena ketakutan akan hamil lagi, akhirnya saya putuskan untuk mensteril Jenggo.
Steril dilakukan di drh Syaiful daerah Jiwan. Hanya berlangsung satu hari saja. Dan Jenggo bisa dibawa pulang meski harus dengan perawatan ekstra karena masih menyusui. Benar saja, selang tiga hari setelah steril, benang jahitan Jenggo lepas karena ditarik Telon ketika menyusu. Dan Jenggo hanya diam saja dengan wajah pucat menahan sakit. Terpaksa kami mengundang dokter Syaiful.
Alhamdulillah, tidak perlu dijahit ulang hanya harus lebih rutin mengganti perban dan memberi betadin. Suami dan Asllan sudah mengikhlaskan jika Jenggo mati karena lepasnya benang operasi. Namun saya belum ikhlas karena saya tahu Jenggo kucing yang kuat.
Benar dugaan saya. Tak lama kemudian Jenggo sembuh total. Dan dia sudah bisa berburu lagi. Seringkali dia pulang membawa cicak dan memanggil anak-anaknya yang sudah mulai bisa makan. Dan ketika anak-anaknya datang, Jenggo hanya melihat dari pinggir. Dia biarkan anak-anaknya bermain atau makan apa yang dia bawa.
Selepas kematian ketiga anaknya, Jenggo terlihat semakin sayang dengan Crimy, Blek, dan Loreng. Dia melakukan hal yang sama ketika anak-anaknya masih hidup. Dia bawa pulang hasil buruannya. Dia memanggil adik-adiknya dan hanya melihat dari pinggir. Jenggo akan makan setelah adik-adiknya kenyang.
Kelebihan Jenggo yang lain adalah dia bisa membuka pintu ruang tamu baik dari dalam maupun luar. Jadi ketika terdengar suara pintu berusaha dibuka, munculah Jenggo masuk rumah atau keluar rumah.
Pada saat mudik Idul Adha tahun 2017 kami tidak menitipkan kucing-kucing kesayangan ke petshop karena jumlahnya sudah tujuh ekor. Sebagai gantinya saya minta tolong kepada penjaga kantor untuk memberi makan sekaligus menjaga rumah kami. Alhamdulillah semua berjalan lancar hingga kami kembali pulang ke Madiun.
Hingga suatu hari, Jenggo pulang membawa burung perkutut yang masih hidup. Burung itu tidak dimakannya hanya digeletakkan di depan dapur. Burung tersebut dirawat oleh suami. Dan seminggu kemudian turun SK promosi untuk saya. Dua kali sudah Jenggo membawa sinyal untuk perubahan. Entah hanya kebetulan atau memang itu pertanda dari Jenggo.
Satu minggu sebelum kami mudik ke Jogja, Jenggo pulang ke rumah tanpa kalungnya. Memang kalungnya sudah tidak bagus lagi. Tapi sayangnya saya belum sempat membuatkan yang baru.
Hingga tiba saatnya kami untuk mudik di Hari Raya Idul Fitri tahun 2017. Seperti biasa, kami minta tolong kepada penjaga kantor untuk menjaga Jenggo dan Loreng. Dan kami tiba kembali di Madiun pada tanggal 30 Juni 2017.
Cerita sedih dimulai dari sini. Sejak kami kembali ke Madiun, Jenggo tidak pernah terlihat sama sekali. Hanya Loreng yang masih ada di rumah. Kami menganggap Jenggo masih bermain di luar. Hingga kami minta informasi dari tetangga samping rumah dan penjaga  kantor. Mereka mengaku masih melihat Jenggo malam hari sebelum kami sampai di Madiun.
Sedikit perasaan tidak enak menghinggapi saya. Harapan saya adalah nanti malam atau besok pagi Jenggo akan pulang karena lapar. Dan memang kebiasaan Jenggo akan pulang tiap subuh dan langsung minta makan.
Hari kedua kami di Madiun namun Jenggo tak kunjung datang. Akhirnya saya dan suami keliling komplek rumah dan belakang rumah mencarinya. Namun Jenggo tak kunjung terlihat. Agak aneh bagi saya, karena jika Jenggo mendengar suara suami memanggilnya, dia akan berlari pulang. Tapi ini sama sekali tidak terlihat batang hidungnya.
Saya semakin sedih, dan meminta suami untuk mencari di Pasar Joyo (Pasar hewan), siapa tahu ada yang jahat dan menjual Jenggo. Selama dua hari berturut-turut kami berkeliling namun hasilnya nihil. Sampai saat inipun kami tidak tahu di mana keberadaan Jenggo. Masih hidup atau sudah mati. Malah kami mendengar kabar kucing jantan mix milik Pak Agung juga hilang.
Dimanakah kamu, Nggo?
Pulanglah, Nggo...
Ayah, Bunda dan Kak Asllan kangen sama kamu...
Sudah lima bulan kamu pergi, bagaimana kondisimu?
Sehat-sehat ya, Nggo...
Pulanglah...kami menunggumu...

Tuesday 29 May 2018

Loreng Alias Toteng Alias Hoheng


Loreng ini kucing yang paling awet sejak kecil. Pertama kali ditemukan ayah di Pasar Joyo Madiun pada tanggal 6 Oktober 2016. Pada saat ditemukan, kondisinya nempel di selembar kertas karena pada perut hingga ke alat kelaminnya terkena lem. Posisinya tengkurap dengan suara meongan yang keras. Umurnya kurang lebih satu setengah bulan saat itu. Tanpa pikir panjang, Ayah membawanya ke rumah.
Persoalan berikutnya adalah, bagaimana cara lem ini bisa hilang dari bulu-bulunya? Langkah pertama adalah melepaskan kertas dari tubuhnya. Dengan perlahan yang pastinya tetap sakit, akhirnya terlepaslah kertas tersebut namun masih meninggalkan lem di tubuh mungilnya. Awalnya kami coba menggunakan bensin, namun sepertinya kulitnya masih terlalu muda dan panas. Sempat memerah ketika terkena bensin. Kami hentikan penggunaan bensin. Ayah berfikir keras apalagi bahan yang bisa digunakan untuk menghilangkan lem itu. Pilihan jatuh ke terigu, semua bagian yang terkena lem, diberi terigu oleh Ayah. Dasar pertimbangan menggunakan terigu adalah ketika Loreng menjilati bulunya, terigu relatif aman. Alhamdulillah upaya tersebut berhasil. Setelah satu minggu semua lem telah hilang dari tubuhnya. Tinggal memandikan Loreng agar terlihat cantik.
Setelah mandi, Loreng terlihat lebih bersih dan makin cantik. Namun dia terlihat menjauh dan minder dari kucing yang lain yaitu Blek, Crimy, Jenggo, Ganang, Slewah, dan Telon. Saat yang lain berkumpul untuk bermain, Loreng hanya diam di pojokan tidak ikut bermain. Entah karena masih adaptasi atau karena takut dengan jumlah tuan rumah yang sangat banyak.
Yang jelas, kami tetap merawatnya sama seperti yang lain. Tidak pernah kami membedakan sedikitpun. Pada suatu hari saya menerima berita dari Ayah. Bahwa tidak sengaja Ayah menginjak Loreng sampai dia muntah darah. Bahkan sampai keluar feces dari anusnya. Gerakannya pun sudah di luar kontrol, karena Loreng bergerak mutar2 lalu terdiam di pojokan dengan nafas yang tersengal-sengal. Ayah merasa bersalah dan pasrah tentang nasib Loreng. Tiga hari dia hanya terdiam dan tidak mau makan sama sekali. Namun, Alhamdulillah mulai hari keempat dia mau makan dan akhirnya sembuh normal seperti sedia kala.
Hari terus berganti dan Loreng semakin tumbuh besar. Ada salah satu kebiasaan yang dari semua kucing di rumah, hanya Loreng yang berperilaku seperti ini. Loreng terbiasa cecep-cecep di tangan atau kaki kami (saya, ayah dan Asllan). Cecep-cecep ini adalah Loreng ngempeng sampai tangan dan kaki kami basah. Jika tangan/kaki kami tarik, dia akan menahannya. Cecep-cecep itu dia lakukan setiap menjelang tidur. Dia akan melepaskan tangan/kaki kami setelah basah dan dia terlelap.
Semakin besarnya Loreng, terkadang Asllan memanggilnya dengan Toteng. Saya dan Ayah pun mempunyai julukan Tante Toteng untuknya. Mengingat anak-anak Jenggo memanggilnya Tante (kalau bisa ngomong, lho ya). Dan ternyata muka dari Toteng ini lucu sekali. Bentuk wajahnya bulat, hidungnya tidak terlalu mancung, jadi mukanya tidak lancip. Selain itu saat melihat dengan posisi mengantuk, dia akan melihat sambil mengerjapkan matanya.
Kucing itu pasti mempunyai rasa terima kasih yang akan disampaikan ke orang tertentu. Begitu juga dengan Toteng. Dia sangat dekat dengan Ayah. Saat tidur, dia lebih sering nempel di badan Ayah. Bahkan tas yang digunakan Ayah untuk pergi menjadi salah satu barang favoritnya. Ketika tas Ayah sudah berada di rumah, Toteng akan mencari kemudian menjadikannya alas tidur.
Dan kenapa Toteng bisa kami panggil menjadi “Mbak Oteng” adalah ketika Hyu hadir di rumah. Karena memang usia Hyu lebih muda daripada Toteng.
Sehat terus ya Mbak Oteng...Ayah, Bunda dan Kak Asllan sayang ama Mbak Oteng.