Friday 29 June 2018

BE DAN BO


Ayahnya Asllan itu sangat senang dengan kucing jenis Bengal. Bengal mempunyai corak yang mirip dengan macan tutul. Kebetulan temannya Ayah mempunyai Kucing Bengal. Wah, ayahnya Asllan jadi rajin main ke sana deh.
Singkat cerita, kucing Bengal itu kawin dengan Persia medium dan sekarang sudah punya tujuh ekor anak. Sayangnya ada satu ekor anak yang mati. Tinggal enam ekor anak kucing yang masih hidup. Dari enam ekor tersebut ada dua ekor anak yang corak bulunya Bengal banget.
Suami saya langsung minta ijin untuk bisa merawat dua anak Bengal tersebut dan Alhamdulillah dibolehkan. Setelah mereka tidak menyusu lagi, kami lantas membawanya pulang. Kami memberi nama Be dan Bo.
Meskipun mereka saudara kandung, namun badan Bo lebih kecil daripada Be. Bo ini juga lebih pendiam dan sepertinya lemas. Tidak seperti Be yang aktif dan senang bermain bersama Mumu.
Setelah dua minggu berada di rumah, Be menunjukkan perkembangan yang lebih bagus. Makin gendut dan terlihat lebih panjang. Jadi terasa semakin jauh perbedaannya dengan Bo.
Wah, sepertinya Bo butuh perhatian lebih ekstra, neh. Saya dan suami selalu mengelusnya dan mengajak berbicara bahwa dia harus sehat dan makan yang lebih banyak. Saat diajak ngomong seperti itu, Bo selalu menatap kami. Makan, BAK, dan BAB-nya sebenarnya normal. Meskipun sekali makan tidak bias banyak, namun Bo akan kembali untuk makan lagi.
Hingga akhirnya muncul scabies di telinga, dan lehernya. Ketika kami bawa ke dokter, hanya dikasih minyak saja karena berat badannya yang hanya 400gr, dokter tidak berani untuk menyuntiknya. Kutu dari scabies ini yang masuk ke darah dan menyedot sari makanan yang dia makan. Sehingga badannya tidak bertambah besar meski dia sudah makan lebih banyak daripada Be. Parahnya lagi, scabies itu makin meluas hingga ke punggung dan perutnya.
Akhirnya pada tanggal 4 mei 2018 pagi, Bo mati di dalam kandangnya. Be terlihat sedih karena kehilangan saudaranya. Namun saya dan suami ikhlas atas kepergiannya. Karena memang sejak awal dia terlihat mal nutrisi sehingga susah mengejar pertumbuhannya yang tidak normal itu.
Bo….
Selamat jalan ya…
Maafkan Ayah, Bunda dan Kak Asllan…
Kamu kucing yang baik…
Kami semua sayang kamu…

Be…
Sehat-sehat terus ya…
Jadi kucing yang baik …
Jangan sakit, jangan ilang, dan jangan mati ya…

Thursday 28 June 2018

Si Cantik Mumu Adelia



Saya melihatnya di kantor beberapa hari yang lalu. Terlihat menggemaskan, lincah dan cantik. Ingin langsung saya bawa pulang tapi masih ragu-ragu karena belum minta ijin ke ayahnya Asllan. Sampai di rumah saya menceritakan tentang kucing kecil tersebut. Dan ketika suami saya melihatnya, langsung jatuh hati dan mau membawanya pulang
Hari itu, Kamis 22 Februari 2018 kami membawa pulang. Asllan juga sangat senang sekali karena kucingnya tambah satu ekor. Kami memberinya nama Mumu. Bahkan Asllan menambahkan nama lengkap menjadi Mumu Adelia.
Mumu adalah kucing kecil yang lincah dan pemberani. Saat berkenalan dengan Hyu dia tidak takut meski badannya jauh lebih kecil. Begitu juga ketika berkenalan dengan Toteng, Mumu terlihat waspada namun tidak takut.
Mumu tergolong kucing yang makannya gampang. Makan DF oke, makan sisa ayam atau ikan juga oke. Mentega dan telur juga oke. Minumnya pun juga tidak memilih, air putih maupun susu semua disukainya.
Ketika tidur, Mumu lebih senang dekat dengan saya maupun suami. Tapi akhir-akhir ini dia sudah lebih berani tidur sendiri di bawah meja belajar Asllan.
Mainan yang disukai Mumu adalah mengejar sesuatu. Baik bola, biji salak, hingga Koran yang sering dibuat mainan.
Wajah Mumu memang menggemaskan. Dengan tatapan yang polos dan badan yang masih kecil semua tingkah lakunya terlihat lucu.
Dengan kedatangan Mumu Adelia, sekarang kami sudah tidak memanggil Mbak Toteng tapi diganti dengan Tante Toteng. Begitu juga dengan Adek Hyu sekarang panggilannya berubah menjadi Om Hyu.
Namun sayang, Mumu hanya bertahan selama dua bulan saja di rumah kami. Pada tanggal 4 Mei 2018 Mumu mati di kandang. Setelah sebelumnya sempat tidak mau makan.
Selamat jalan Mumu…
Kamu adalah kucing tercantik yang pernah kami punya…
Maafkan kami ya Mumu…
Semoga kamu tenang dan sudah bahagia di sana…
Kami sayang Mumu…

Wednesday 27 June 2018

Umbul Square


Sebetulnya sudah lama saya ingin mengajak Asllan dan Ayahnya berkunjung ke Umbul Square. Lokasi yang sering saya lewati ketika perjalanan ke hutan, menumbuhkan rasa penasaran. Ditambah cerita dari beberapa teman yang sudah berkunjung ke sana menjadikan saya semakin bersemangat untuk segera mengunjunginya.
Akhirnya pada tanggal 21 Januari 2018 saya mengajak Asllan dan Ayahnya ke Umbul Square. Komentar pertama yang keluar dari Asllan adalah “jauh”. Tapi dia tetap semangat ingin tahu ada apa di dalamnya.
Setelah dari parkiran, yang pertama kami temui adalah gedung klinik dan karantina satwa. Saya dan suami senang dengan adanya gedung ini. Karena itu pertanda bahwa manajemen Umbul Square peduli terhadap satwa di dalamnya.
Zona pertama yang kami kunjungi adalah minizoo Wanamarta. Mulai dari burung kasuari, burung kakaktua, musang, ular, buaya, monyet, landak, simpanse, merak, dan singa. Masing-masing kandang terdapat papan informasi yang memudahkan pengunjung untuk mengetahui tentang satwa penghuni kandang tersebut.
Di kandang anakan buaya muara, terdapat tawaran untuk berfoto dan memberi makan buaya (tentu saja dengan didampingi keeper). Tidak disangka ternyata Asllan ingin pegang anakan buaya tersebut. Langsung saja saya mengijinkan, dong. Dengan didampingi ayahnya dan mas keeper, Asllan langsung pegang anakan buaya tersebut.
Selain foto dengan anakan buaya, Asllan dan ayahnya juga memberi makan rusa di kandangnya. Kebetulan memang telah tersedia pakan yang bisa dibeli untuk diberikan kepada rusa.
Selain aneka satwa, di zona minizoo tersebut terdapat beberapa tanaman langka yang sudah diberi papan informasi mengenai nama latin dan fungsi dari masing-masing jenis tanaman tersebut. Tentu saja bisa meningkatkan pengetahuan pengunjung. Namun yang perlu diingat, tanaman tersebut bukan untuk dibawa pulang.
Setelah selesai dari zona minizoo, kami melanjutkan perjalanan ke wahana permainan. Terdapat bianglala yang cukup tinggi, komedi putar, dan kora-kora, dengan harga tiket Rp. 5.000,- untuk masing-masing permainan. Pilihan kami jatuh pada bianglala. Bianglala ini berjalan perlahan karena pada posisi puncaknya cukup tinggi. Sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan sekitar Umbul Square dengan nyaman.
Dari ketinggian pada bianglala itulah, kami melihat adanya zona waterboom, outbond, dan taman lampion di kawasan Umbul Square. Tentu saja, lokasi tersebut menjadi target kunjungan kami selepas turun dari bianglala.
Dalam perjalanan menuju lokasi outbond, kami tertarik pada pojok sejarah. Ternyata ada sebuah sumber mata air belerang di sini. Disebut dengan sumber air belerang Tirta Amerta. Selain itu, terdapat sebuah makam di dalamnya. Tidak terlalu lama kami berada di pojok sejarah, karena Asllan mengajak ke zona outbond.
Zona outbond sebenarnya cukup lengkap, namun sepertinya jarang digunakan. Dan ketika kami berkunjung ke sana tidak ada petugas yang menjaganya. Jadilah kami para orangtua yang menjaga anak masing-masing.
Di samping zona outbond, terdapat zona lampion. Sebenarnya sangat menarik lampion yang ditawarkan. Hanya saja saya kurang tau, apakah Umbul Square ini buka sampai malam. Karena kecantikan zona lampion pasti akan terlihat ketika malam tiba.
Setelah zona lampion, sampailah ke zona waterboom dengan harga tiket Rp. 5.000,-/ orang. Karena Asllan tidak kami persiapkan untuk bermain ke waterboom, jadilah kami hanya melihat dari luar saja.
Di samping waterboom, terdapat zona mainan modern. Seperti otopet, eksavator pasir, dan odong-odong. Tentu saja, Asllan langsung minta mainan eksavator pasir favoritnya. Sambil menunggu Asllan bermain eksavator, saya tertarik dengan keberadaan seekor ular sanca albino. Ternyata, ular tersebut adalah sebuah property untuk foto yang disediakan bagi pengunjung yang berminat.
Ketika saya tawarkan ke Asllan, ternyata dia dengan semangat mau foto dengan ular sanca tersebut. Jadilah kami sekeluarga foto dengan ular tersebut. Wah, ternyata lumayan berat juga si albino ini. Yang membuat saya senang adalah Asllan sama sekali tidak takut untuk pegang si albino. Padahal saya sebetulnya merinding disko harus pegang si albino ini.
Hemmm…, dengan tiket masuk seharga Rp. 20.000,-/pengunjung ketika hari sabtu/minggu/libur, kami puas dengan keberadaan wahana di Umbul Square ini. Bisa dijadikan referensi tempat liburan di Madiun, deh.

Thursday 21 June 2018

Kucing Kantor Yang Akhirnya Menjadi Milikku (Hyu)


Saya melihat kucing ganteng ini sejak Crimy masih sakit di rumah. Pertama melihatnya langsung jatuh cinta karena mata birunya mengingatkan saya kepada Crimy. Ditambah lagi ternyata kucing ini adalah jantan.
Ketika Asllan melihatnya ingin segera membawanya pulang. Ayah juga menilai dia adalah kucing yang ganteng. Namun kami urungkan niat untuk membawanya karena masih ada Crimy yang sedang sakit. Kami tak ingin konsentrasi kami terbagi dengan adanya kucing baru.
Semakin lama kucing itu terlihat semakin besar namun tidak gendut. Bahkan corak bulu dan warna matanya mulai memudar. Seringkali dia kalah karena kedatangan kucing yang lain. Alhasil tubuhnya semakin kurus.
Ketika Crimy telah mati, Jenggo Hilang dan F4 mati, kami berniat mencarikan teman untuk Loreng.  Akhirnya saya membawanya pulang pada tanggal 2 Agustus 2017 dan kami beri nama Hyu. Selama satu minggu pertama saya mengkarantina dia. Dia makan dengan lahap dan langsung ‘menggeolkan’ kepalanya ke tangan saya sebagai tanda terima kasih. Bukan ‘geolan’ lembut tapi ‘geolan’ kuat seakan-akan sangat berterima kasih pada saya.
Tidak ada masalah dengan makanan, minuman maupun BAB Hyu. Semua berjalan normal dan Hyu berubah menjadi seekor kucing yang ganteng dan semok. Saya dan suami menilai perkembangan Hyu berjalan dengan pesat. Semakin terlihat putih, besar dan gendut. Hyu juga akrab dengan Loreng. Mereka bermain bersama, saling berkejaran. Loreng terlihat senang dengan kehadiran Hyu.
Mungkin karena sifat liarnya, Hyu lebih pandai menangkap tikus daripada Loreng. Dia telah berhasil mendapatkan seekor tikus.
Setelah tiga bulan Hyu berada di rumah (saat saya menuliskan kisah ini) dia semakin terlihat gagah. Posturnya lebih besar daripada Loreng, bahkan berat badannya lebih besar Hyu. Begitu juga dengan kaki depan dan belakang yang juga lebih besar milik Hyu.
Kegantengan Hyu yang lain adalah bulunya yang bisa berbentuk seperti mohawk. Alami dan tidak dibuat. Apalagi ketika dia sedang bersantai. Tangan kirinya selalu menumpang di tangan kanannya. Seperti posisi “ngapurancang” kalo orang Jawa bilang.
Semoga sehat terus ya Hyu....awet dan setia jadi teman Ayah, Bunda, Kak Asllan dan Mbak Loreng.

Tuesday 12 June 2018

Kucing Kecil Yang Tidak Bisa Bertahan (Nero)


Hari ini tanggal 1 Oktober 2017, saya, Ayah dan Asllan keliling lewat Pasar Joyo. Masih selalu berharap bertemu dengan Jenggo. Tapi sama seperti sebelumnya yang kami temui adalah seekor kucing kecil yang duduk terdiam di bawah bak sampah.
Sama seperti sebelumnya, tidak langsung kami bawa pulang. Ketika dalam perjalanan pulang dia masih berada di posisinya maka langsung kami angkut ke rumah. memang sudah terlihat lemas dan juga kotor badannya. Mungkin sudah satu minggu dia berada di tempat itu.
Kami memberi nama Nero. Nero memang lebih besar daripada F4. Jadi kami langsung memberinya dryfood (DF) khusus kitten. Dia makan dengan lahap dan BAB dengan normal (tidak mencret). Kami tidak memberinya susu dengan media dot. Karena Nero sudah bisa makan dan minum dari piring atau mangkok.
Dengan nutrisi yang masuk, Nero sudah mulai membaik. Dia mulai sering grooming sehingga tampak lebih bersih. Dan mulai menunjukkan tingkah lucu khas anak kucing. Salah satunya adalah selalu berada di atas laptop yang menyala hingga akhirnya tertidur. Selain itu jika akan tidur dia akan ngempeng perutnya sendiri, sehingga bentuk badannya akan melingkar.
Nero adalah kucing yang pintar. Dalam usianya yang masih kecil dia sudah bisa BAK dan BAB di litter box. Apabila dia sedang bermain jauh dari litter box-nya, dan sudah saatnya dia BAB atau BAK dia akan mengeong gelisah. Saya langsung membawanya ke litter box dan dia langsung melanjutkan hasratnya itu.
Ternyata kegembiraan itu hanya berlangsung selama dua hari. Pada hari ketiga (3 Oktober 2017) Nero terlihat lemas, tidak nafsu makan dan mencret. Kondisi itu berlangsung selama tiga hari yang membuat kami membawa Nero ke dokter hewan terdekat. Di sana Nero diberi obat mencret, obat cacing, dan vitamin.
Setelah minum obat tersebut dia mulai sedikit bergairah meski masih tidak mau makan. Makanan kami ganti dengan ayam rebus dan ikan pindang yang beraroma lebih menyengat. Mulailah dia makan sedikit demi sedikit. Tapi sayangnya mencret tidak kunjung berhenti.
Lima hari setelah minum obat, dokter menanyakan kondisi Nero yang masih mencret. Akhirnya direkomendasikan mengganti makanan dengan Royal Canin Intestinal. Saya mulai memberinya RC Intestinal. Memang berangsur BAB sudah mulai membaik dan anus Nero kembali normal.
Sayangnya, dua hari setelah sembuh sementara itu, kondisi Nero mulai mencret lagi. Meski sudah diberi RC Intestinal maupun obat dari dokter namun mencretnya tak kunjung sembuh. Dengan anus yang mulai memerah, semakin menurun pulalah kondisi Nero.
Hingga pada tanggal 24 Oktober 2017, Nero mati dan kami sekeluarga sempat menunggui sakratul mautnya.
Selamat jalan, Nero
Semoga kamu sudah tidak kesakitan lagi
Maafkan kami hanya bisa merawat sebentar saja.

Tuesday 5 June 2018

Empat Kucing Kecil Yang Dijuluki F4


Sejak Jenggo tidak pulang, kegiatan saya dan suami tiap sore adalah berkeliling komplek dan sekitarnya untuk mencarinya. Bahkan dua malam terakhir kami mencari Jenggo sampai ke Pasar Hewan (Joyo). Pada malam kedua kami mencarinya, tepatnya tanggal 4 Juli 2017 bukannya ketemu Jenggo. Tapi kami malah mendengar tangisan kucing kecil. Setelah dicari, kami menemukan empat ekor anak kucing yang gendut, bersih dan lucu.
Kami urungkan untuk membawa mereka pulang ke rumah karena tujuan kami adalah mencari Jenggo. Ketika perjalanan pulang, kami melewatinya lagi. Dan mereka masih berada di sana dan masih menangis. Karena tidak tega, akhirnya kami bawa mereka berempat pulang ke rumah.
Mereka kira-kira sudah berumur satu bulan. Sudah lebih besar daripada Bantar yang pernah kami temukan sebelumnya. Hanya saja sepertinya mereka baru bisa berjalan. Karena kaki belakangnya masih sedikit rendah. Namun mereka sudah mulai bisa grooming sendiri.
Mereka berempat terdiri dari dua ekor jantan dan dua ekor betina. Masing-masing kami beri nama Foge, Whooper, Limbuk dan Cempluk. Untuk menyingkatnya kami menyebut mereka F4. Foge dan Whooper adalah kucing jantan sedangkan Limbuk dan Cempluk adalah kucing betina.
Corak Foge mirip seperti Crimy, sedangkan Whooper seperti Loreng tapi ada empat buah bulatan layaknya dalmation. Untuk Cempluk persis seperti slewah (anaknya Jenggo). Sedangkan Limbuk berwarna putih dengan motif bulatan berwarna cokelat kuning seperti Jenggo.
Saya dan Suami bergantian memberi susu dengan media dot. Mereka ternyata sudah pintar minum susu. Berempat secara gantian mulai minum dengan dot. Yang paling banyak minum susu adalah Limbuk. Kemudian diikuti Cempluk dan Whooper. Untuk Foge paling susah minum dot. Dari awal kami temukan dia yang sudah terlihat lemas dan badannya paling kecil.
Kami berusaha memberi susu dua jam sekali. Akhirnya mereka berempat mulai terlihat lincah dengan perut yang gembul. Hingga tiba saat kami harus ke Jogja selama satu hari. Suami merasa sayang apabila harus menitipkan F4. Sedangkan pertimbangan saya adalah daripada tidak ada yang merawat lebih baik dititipkan saja.
Akhirnya kami titipkan F4 ke petshop dekat rumah. Di sana F4 diberi dryfood (DF) dan mau. Begitu pula ketika dikasih wetfood (WF). Hanya saja saya berfikir apakah seusia itu sudah bisa makan? Tapi saya pasrahkan saja kepada dokternya.
Besok malamnya saya ambil F4 untuk kembali ke rumah. alangkah kagetnya saya dan suami melihat kondisi F4. Mereka terlihat kotor dengan bekas BAB yang tercecer di badan mereka. Selain itu leher dan mulut basah kuyup. Sepertinya cara memberi minumnya berbeda dengan di rumah.
Yang terlihat sangat berbeda adalah mereka diberi susu dengan dosis satu sachet untuk sekali minum. Padahal ketika di rumah, mereka minum susu tapi tidak sekental itu. Yang terjadi adalah mereka mencret. Padahal ketika kami titipkan mereka BAK dan BAB dengan normal sehingga anusnya bersih.
Kami berfikir bahwa mereka pasti mencret. Karena selain bekas BAB yang belepotan, anus  mereka juga terlihat merah. Benar saja, ketika kami masukkan ke litter box mereka langsung BAB dan mencret!.
Sangat menyesal mengetahui kondisi F4 saat itu. Mereka jadi terlihat kotor dan kurang sehat. Yang membuat kami sedih adalah mereka tidak mau lagi minum pake dot. Dan nafsu makan mereka mulai menurun. Kami beri DF maupun WF, susu dari dot, susu dari mangkok semuanya tidak mereka sentuh.
Pada tanggal 17 Juli 2017 malam Foge mati, kemudian diikuti Whooper besok paginya. Cempluk menyusul tiga hari kemudian (20 Juli 2017). Dan yang terakhir meninggalkan kami adalah Limbuk pada tanggal 21 Juli 2017.

Maafkan kami, F4...
Semoga kalian tenang di sana...
We luv u...