Sunday 24 March 2024

Keseruan Mudik Yang Bikin Kangen

 

sumber foto : https://id.pngtree.com/

Kalau boleh jujur, saya merasakan fenomena mudik baru setelah bekerja. Karena sejak lahir hingga lulus kuliah saya tinggal Bersama orang tua. Kebetulan rumah orang tua berada satu kota dengan rumah eyang. Jadi momen lebaran masa kecil saya dihabiskan dengan healing di tempat wisata yang sudah bisa dipastikan penuh sesak selama libur lebaran.

Sejak saya diterima kerja dan ditempatkan di kota yang berbeda dengan orang tua dan keluarga besar, dari sinilah cerita mudik dimulai. Belum lagi sekarang sudah ada suami dan anak yang harus ikut mudik. Alhamdulillah saya ketemu suami yang berasal dari kota yang sama dengan kota kelahiran saya.

Satu hal yang selalu saya prioritaskan untuk mudik baik ketika belum menikah sampai saat ini adalah tiket mudik dan balik. Sejak dahulu saya selalu memilih kereta api untuk transportasi mudik. Karena dengan menggunakan kereta api lama perjalanan yang harus ditempuh hanya dua jam saja. Berbeda ketika menggunakan armada bus maupun mobil. Meskipun sudah lewat tol, tapi lama perjalanan bisa memakan waktu 3,5 sampai 4 jam. Belum lagi, ketika tidak lewat tol, bisa memakan waktu 5 sampai 6 jam perjalanan untuk sampai di kota kelahiran. Sungguh sangat menghemat waktu ketika saya memilih kereta api.

Akan tetapi, perjuangan mendapatkan tiket kereta tidak segampang tiket bus maupun naek kendaraan pribadi. Harus menghitung hari dan jam keberangkatan agar sesuai dengan jam masuk kantor. Dan saya harus pesan sebelum bulan puasa tiba. Demi nyamannya, tiket yang saya pesan langsung tiket pulang pergi.

Masalah transportasi sudah beres, maka tinggal menikmati perjalanan mudik Bersama suami dan anak. Setelah tiba di stasiun tujuan yang hanya berjarak 15 menit dari rumah orang tua, cerita selanjutnya adalah kegiatan di rumah mamah.

Sebenarnya ada kegiatan yang sudah hilang semenjak nenek meninggal. Yaitu membuat apem, untuk kegiatan menyambut bulan suci Ramadhan. Apem dibuat sendiri oleh mamah, dan adik-adiknya atas komando dari nenek. Mulai dari membuat adonan apem hingga mencetaknya, semuanya atas komando nenek. Saya yang masih SD saat itu bertugas mengantarkan apem yang telah matang ke tetangga. Namun saat ini, mamah lebih memilih pesan alias minta tolong tetangga untuk membuatnya.

Sampai saat ini, mamah berusaha mengikuti tradisi nenek selama lebaran. Salah satunya adalah menu yang dihidangkan selama lebaran. Yang tidak boleh ketinggalan adalah lontong atau kupat, sayur opor, sambel goreng hati dan daging gelinding, telur bumbu kecap, serta kerupuk. Menu ini selain dihidangkan di rumah sebagai menu keluarga, tidak lupa dibagikan juga ke tetangga sekitar yang berbeda agama. Hal itu sudah dilakukan nenek sejak dahulu kala. Untuk menjaga kerukunan antar tetangga, alasan nenek kala itu.

Dan tugas saya dan mamah adalah belanja hati ayam dan daging giling di supermarket dekat rumah. Sampai hari ini tugas itu masih melekat kepada saya. Selain belanja tugas saya berikutnya adalah ikut mengantar semua menu tersebut kepada tetangga yang ditunjuk. Sekali lagi, tugas tersebut masih saya kerjakan.

Kegiatan sakral pada saat lebaran di keluarga saya adalah sungkeman. Sungguh sangat terasa keharuan pada acara ini. Mamah sebagai orang tua duduk di kursi, lalu kami sebagai anak cucunya melakukan sungkem dan meminta maaf atas semua kesalahan selama ini. Sudah bisa dipastikan tetesan air mata penyesalan selalu muncul. Apalagi saya merasakan mulai berkurangnya anggota keluarga seiring dengan usia yang semakin menua.

Sungguh, keseruan rutin tiap tahun yang selalu saya rindukan…

No comments:

Post a Comment